Syarat Sah Shalat dalam Kitab Fathul Muin

- Jumat, 10 September 2021 | 10:15 WIB
Editing Photoshop (Syahrul)
Editing Photoshop (Syahrul)

Bogor Times - Syarat ialah sesuatu tempat tergantung shahnya shalat, namun bukan merupakan bagiannya.

Pembahasan syarat lebih sesuai didahulukan dari pada pembahasan rukun. Sebab syarat wajib di penuhi dahulu sebelum shalat, dan tetap terpenuhi selama shalat.

Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Muin, menjelaskan syarat sah shalat sebagai berikut : 

Syarat-syarat shalat ada lima.

  • Syarat Pertama Suci dari hadats dan junub.

Thaharah menurut arti bahasa : Suci dan lepas dari kotoran. Dan menurut istilah syara' ialah : menghilangkan halangan yang itu berupa hadats atau najis.

Bersuci atau thaharah dari hadats, nomor satu ialah Berwudlu.

Wudlu - didlommah wawu - : yaitu mempergunakan air untuk anggota-anggota badan tertentu yang dimulai dengan niat; sedang kan "wadlu' " - fathah wawu-, ialah air untuk berwudlu.

Permulaan diwajibkan berwudlu, bersamaan dengan permulaan kewajiban shalat fardlu, yaitu pada malam Isra'.

Bersuci atau thaharah dari hadats, nomor dua ialah Mandi.

Mandi menurut arti bahasanya ialah Mengalirnya air pada se suatu.

Sedang menurut istilah syara' ia lah Mengalirnya air pada serata tubuh dengan diniatkan mandi.

Mandi yang di wajibkan sebagai syarat Wudlu ialah, mandi yang mensucikan dari hadas besar. 

Baca Juga: Menelanjangi Arti Perkawinan Menurut Kitab Fathu Izar Karangan KH. Abdullah Fauzi Pasuruan.

  • Syarat Kedua Suci

Suci badannya. Yang juga termasuk badan ialah dalam mulut, hidung dan bagian dalam pada mata;

Suci pakaiannya, dan segala yang ia bawa, sekalipun tidak ikut bergerak bila ia sedang bergerak;

Suci tempatnya mengerjakan shalat.

Semuanya itu, harus suci daripada najis yang tidak diampuni adanya.Karena itu, shalatnya orang yang tidak suci dari najis adalah tidak shah, sekalipun ia lupa/tidak tahu adanya, atau lupa/tidak tahu ka lau najis itu membatalkan shalat.

Kesemua itu berdasarkan firman Allah: "Dan sucikanlah pakaian mu!"; dan hadits riwayat Bu khori Muslim,

Tidaklah mengapa, bila badan berjajaran dengan najis. Namun jika najis atau barang yang terkena najis itu dihadapan (didekat) ia shalat, maka hukumnya makruh.

Demikian pula hukumnya, bila najis atau barang yang terkena najis terletak di atas atap yang tidak jauh dari ia shalat, selama penilaian umum mengatakan bahwa posisi seperti itu termasuk sebagai yang bersejajaran.

Di luar shalat, tidak diwajibkan menyingkiri najis. Letak ketidak wajibannya, adalah selama tidak sengaja melumurkan najis pada badan atau pakaiannya. Karena itu, sengaja melumurkannya di hukumi haram.

  • Syarat Ke Tiga  Menutup Aurat

Menutup bagian badan mulai pusar hingga lutut, bagi lelaki,kanak-kanak, dan wanita budak, mukatab atau budak ummu walat -dan yang menyepi di tempat kegelapan.

Berdasar hadits shahih : "Allah tidak menerima shalat orang baligh, kecuali dengan mengenakan mukena (=tutup kepala wanita)."

Wajib menutupi sebagian dari pusar dan lutut, supaya jelas bahwa aurat tertutup.

Dan menutup seluruh badan. Selain wajah dan dua telapak tangan luar/dalam sampai pergelangan tangan, bagi wanita merdeka se kalipun anak-anak.

Seperti tersebut di atas, ditutup dengan sesuatu yang tidak menampakan warna kulit (Transparan), dalam forum percakapan. Seperti ini pulalah batasan-batasan yang di kemukakan oleh Ahmad bin Musa bin 'Ujail.

Boleh pula ditutup dengan pakaian yang berpotongan seperti anggota badan, tetapi seperti ini berselisih dengan yang aula. Kewajiban menutup adalah bagian atas, samping, bukan bagian bawah.

Baca Juga: Alasan Mengapa Islam Melarang Zinah, Ada Azab Dunia dan Akhirat

Kewajiban penutupan aurat adalah bila mereka lelaki, wanita merdeka, dan budak kuasa (Mampu) menutupnya.

Adapun orang yang tidak mampu menutup auratnya, ia wajib shalat dengan telanjang dan tidak diwajibkan mengulangi lagi, dan sekalipun mempunyai tutup najis, padahal ia tidak mampu mencucinya. Lain halnya kalau dapat mencuci nya, sekalipun sampai waktu terlewat.

Bila hanya mampu menutup sebaian aurat, wajib menutupi sesuai kemampuanya. Dalam hal ini supaya mengutamakan qubul dan dubur, kalau tidak cukup maka dubur saja baru duburnya.

Kalau hanya memiliki tutup kain sutera, ia tidak boleh shalat dengan telanjang, tutupi aurat dengan kain sutera tersebut. Sebab memakai sutera dihukumi mubah, jika ada kepentingan.

Jika tidak mempunyai pakaian, ia wajib melumuri auratnya dengan lumpur atau dengan yang lain.

Shalat orang yang memakai pakaian, boleh berma'mum kepada orang telanjang.

Sekalipun akan shalat dengan telanjang. tetap tidak diperboleh kan ghashab pakaian orang lain.

Baca Juga: Pengertian Shalat menurut Syekh Zainuddin Al-Malibari di kitab Fathul Muin

  • Syarat ke Empat Mengetahui waktu telah tiba

Mengetahui waktu shalat telah tiba, dengan penuh keyakinan, atau hanya perkiraan.

Barangsiapa melakukan shalat dengan tanpa mengetahui masuknya waktu shalat, maka shalatnya tidak sah, sekalipun ternyata di lakukan pada waktunya.

Sebab penilaian terhadap ibadah itu berdasarkan perkiraan orang mukallaf, di samping mutu ibadah itu sendiri. Tentang penilaian aqad adalah hanya terletak pada keadaan aqad itu sendiri.

Waktu shalat Dhuhur adalah : Mulai matahari condong ke arah barat, sampai panjang bayang-bayang menyamai bendanya, setelah diperhitungkan bayang-bayang istiwa, yaitu bayang - bayang yang terjadi pada waktu matahari sedang berkulminasi (=berada tepat pada titik tertinggi/titik zenit)-, bila memang ada bayang-bayangnya.


Diberi nama "Dhuhur" (=jelas), sebab pertama sekali shalat mulai tampak dilakukan.

Waktu shalat 'Ashar ialah : mulai waktu Dhuhur habis sampai seluruh busur matahari terbenam di ufuq.

Waktu shalat Maghrib ialah : mulai matahari terbenam sampai pada teja (Cahaya Awan) merah melenyap.

Waktu shalat 'Isya' ialah mulai teja (Cahaya Awan) merah lenyap. Dalam hal ini guru kita berpendapat Seyogia sekalilah kesunnahan mengakhirkan shalat 'Isya' sampai teja (Cahaya Awan) kuning dan putih ikut lenyap, sebagai menyingkiri perselisihan de ngan pihak yang mewajibkannya-, sampai berakhir pada waktu fajar shodiq mulai terbit.

Waktu shalat Shubuh ialah : Mulai terbit fajar shodiq, bukan fajar kadzib  sampai matahari terbit sebagian busurnya.

 

  • Syarat ke Lima Menghadap kiblat

Menghadapkan dada ke Qiblat, dalam hal ini Ka'bah.

Karena itu, belum cukup hanya menghadap ke arah qiblat, lain halnya dengan pendapat Abu Hanifah Rahimahullaah, kecuali bagi orang yang tidak dapat meng hadapinya, atau pada shalat Khauf, sekalipun dalam shalat fardlu.

Orang-orang ini boleh malakukan shalat dengan sebisanya, berjalan kaki atau berkendaraan, menghadap Qiblat atau tidak. Dapat dicontohkan di sini orang yang melarikan diri dari bahaya kebakaran, air bah, binatang buas, ular, dari pemiutang bila sedang kesulitan membayar hutangnya, dan lari karena takut akan ditahan musuh.

 

Halaman:
1
2
3
4

Editor: Muhammad Syahrul Mubarok

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Jatuh dan Terluka, Apakah Puasa Menjadi Batal?

Rabu, 27 Maret 2024 | 12:55 WIB

Deretan Artis Gagal Nyalon Pileg 2024

Rabu, 13 Maret 2024 | 09:39 WIB

Hikmah Mengakhirkan Sahur saat Puasa Ramadhan

Selasa, 12 Maret 2024 | 13:13 WIB

Tidur Saat Romadhon Ibadah, Simak Maksudnya

Selasa, 12 Maret 2024 | 12:53 WIB

Penentuan Awal Ramadhan, Simak Pendapat Ulama

Jumat, 8 Maret 2024 | 22:40 WIB

Inilah Beberapa yang Membatalkan Puasa

Jumat, 8 Maret 2024 | 07:36 WIB

Inilah Keutamaan Puasa di Bulan Ramadhan

Rabu, 6 Maret 2024 | 22:31 WIB

Semangat Baru, Bali Kembali Gelar Bahtsul Masail

Senin, 4 Maret 2024 | 06:30 WIB

Keharaman Penentuan Harga hingga Kenaikan Bahan Pokok

Selasa, 27 Februari 2024 | 10:43 WIB
X