Awas! Islam Larang Curhat dengan Istri Atau Suami Orang Lain, Ini Penjelasannya

- Selasa, 21 September 2021 | 21:50 WIB
Ilustrasi: Larangan Curhat Istri Ke Suami Orang Lain atau Sebaliknya. (Pixabay)
Ilustrasi: Larangan Curhat Istri Ke Suami Orang Lain atau Sebaliknya. (Pixabay)

Bogor Times-  Setiap orang yang sudah menikah pasti tau hal yang kerap diingatkan penceramah dalam kegiatan walimahul ursy (acara pesta pernikahan). Yaitu agar pasangan menjadi suami dan istri setia.

Layaknya pakaian, maka masing-masing harus bisa menutupi kekurangan, bukan sebaliknya. Konflik selalu ada, namun jangan sampai mengumbar ke banyak pihak.

Faktanya, banyak sekali bahtera rumah tangga yang retak hanya karena masalah curhatan curhatan kecil. Entah dari suami kepada istri orang lain atau sebaiknya.

Baca Juga: Waduh ! Bansos Tunai Senilai 300.000 untuk 10 Juta Penduduk di hentikan Bulan ini oleh Kemensos

Tidak jarang pula terjadi, seorang suami atau istri meminta pertimbangan atau curahan hati kepada orang lain. Entah yang dimintai pertimbangan adalah yang telah memiliki pasangan, maupun masih sendiri.

Sikap iba dan serupa, kian kian runcingnya konflik di dalam rumah tangga.

Perlu diketahui, bagi orang yang menjaga akhlak, niat baik saja tidak cukup. Ia harus memperhitungkan dampak atas setiap perbuatannya.

Baca Juga: Mau dapat Gas Elpiji 3 Kg Gratis? Ayo Segera Daftar Kartu Sembako Tahun 2022

Demikian kutipan kutipan ulama ahli hadits Mesir Al Hafizh Muhammad Abdurrauf Al Munawi (952-1031 H/1545-1622 M) dari gurunya Al-'Arif billah Al-Imam Abdul Wahhab As Syarani-juga sering dibaca As-Sya'rawi-( 898-973 H/1493-1565 M):
 
امُ الْعَارِف اخِذَ اللَّازِمِ وَإِنْ لَمْ يَقْصِدْهُ

Artinya :  Dan maqam orang yang arif billah adalah mencela dirinya dengan kelaziman (dampak perbuatannya) meskipun hal itu tidak ia sengaja. (Al-Munawi, Faidh al Qadir Syarh al-Jami' as-Shaghir, [Beirut, Darul Kutub al-'Ilmiyyah, 1415 H/1994 M], juz VI, halaman 160).
 Baca Juga: Apa Hukumnya Gunakan Jurus Naga hingga Bebek dalam Seks Suami Istri ? Simak penjelasannya

Lengkapnya, dalam salah satu sabda Rasulullah SAW menegaskan bahwa siapa saja yang melakukan tipu daya dan merusak istri atau hamba sahaya orang lain maka ia tidak termasuk golongannya:
 
 لُوكَهُ لَيْسَ مِنَّا Artinya 
 
Siapa saja yang menipu rayu dan merusak istri orang atau milik hamba sahaya, maka ia tidak termasuk golongan kita. (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah dengan sanad hasan), Jalaluddin bin Abi Bakar as Suyuthi,  al-Jami' as-Shaghir fi Ahadits al-Basyir an-Nadzir,  [Beirut, : Darul Kutub Al-'Ilmiyyah: 1427 H/2006 M], juz II, halaman 525).


 Baca Juga: Rahasia Kitab Kuno Terungkap! Gaya Seks Jurus Naga Hingga Bebek, Tekhnik Jitu Lebih Lama, Nikmat dan Sehat
 
Menurut Al Hafizh al Munawi hadits yang dimaksud adalah siapa pun yang mengganggu istri orang agar bercerai dengan suaminya kemudian nikah atau dinikahi orang lain, atau dalam konteks terlebih dahulu mengganggu milik orang lain sehingga minggat darinya, maka pelakunya tidak berada dalam ajaran Nabi Muhammad SAW dan tidak termasuk orang yang mengamalkan aturan-aturan hukum syariat. (Al-Munawi,  Faidh al-Qadir , juz VI, halaman 159-160).
 
Berkaitan konteks ini Imam As Syarani menjelaskan, di antara kasus-kasus yang masuk dalam petunjuk hadits adalah ketika ada orang yang datang dengan istri orang lain yang curhat atas masalah atau konfik rumah tangga yang terjadi dengan suaminya, dan diminta untuk mendamaikannya.

Kemudian orang tersebut menyambut perempuan itu dengan penuh rintangan, dengan menyajikan jamuan makan yang lengkap, menambah nafkah atau uang belanja dan memuliakannya, meskipun tujuannya adalah untuk memuliakan suaminya.

Baca Juga: Sejarah Penyebaran Kopi dari Abyssinia, Yaman Hingga Eropa
 
Sebab, bisa jadi dengan perlakuan semacam itu perempuan tersebut justru akan tertarik pada dirinya, menghina, dan meremehkan mereka sehingga semacam itu masuk dalam kandungan memilikiits di atas.
 
untuk menghindari  warning  hadits ini, di mana Imam As Syarani juga sering didatangi para perempuan untuk curhat urusan rumah tangga, ia tanpa ragu memerintahkan keluarganya untuk tidak memberi suguhan kepada mereka, bahkan membiarkan mereka lapar, agar segera pulang dan menikmatinya punya suami.
 
Imam As Syarani menyatakan:
 
 لْتُ ا الْخُلُقَ ارًا لَى الْمَرْأَةِ الْغَضْبَانَةِ الِي ا لِتَرْجِعَ ا.
 
Artinya:  Sungguh aku telah mempraktikkan akhlak atau perilaku ini berulang kali. Aku sempitkan (tanpa sambutan) istri orang lain yang sedang marah kepada suaminya. Kuperintahkan keluargaku untuk membiarkannya lapar agar ia segera pulang dan merasakan kenikmatan dari suaminya. (Al-Munawi,  Faidh al-Qadir , juz VI, halaman 160).

Baca Juga: Cerita Kopi dan Ali Bin Omar Ashadzili, Simak Ulasan Kitab 'Inaasush Shofwah bi Anfaasil Qohwah'

Halaman:

Editor: Ahmad Fauzi

Sumber: NU Online

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB

Jatuh dan Terluka, Apakah Puasa Menjadi Batal?

Rabu, 27 Maret 2024 | 12:55 WIB
X