Ibnu Athaillah as-Sakandari: Sikap Yang Paling Baik Jika Keinginan Tak Dapat Diraih.

- Kamis, 30 September 2021 | 00:42 WIB
m.youtube-albahjah (m.youtube-albahjah)
m.youtube-albahjah (m.youtube-albahjah)

BogorTimes - Sudah Menjadi Sunnatullah. bahwa Dalam kehidupan yang kita jalani ini, tidak semua cita-cita dan keinginan seorang hamba semua dapat si wujudkan nya.

Terkadang sukses, kadang juga mengalami hambatan, bahkan bisa di katan bisa dikatakan kurang beruntung.

Namun umum nya seorang hamba akan mengalami kepahitan dalam hidup, apabila keinginan atau cita-cita nya tidak terqobuli. Tapi bagi hamba yang beriman, bagaimana sih seharus nya sikap yang paling utama ketika harapannya kandas?  Kalam Hikmah Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam masterpiecenya, al-Hikam, menyatakan:  

رُبَّمَا أَعْطَاكَ فَمَنَعَكَ وَرُبَّمَا مَنَعَكَ فَأَعْطَاكَ

Artinya, “Bisa jadi Allah memberimu suatu anugerah kemudian menghalangimu darinya; dan boleh jadi Allah menghalangimu dari suatu anugerah kemudian Ia memberimu anugerah yang lain.”  

Baca Juga: Meneropong Asal Muasal Toyota Hilux, Kapan Awal Kelahirannya.

Menurut Imam Ibnu Athaillah, anugerah dari ALLAH SWT yang paling baik sebenarnya adalah seorang hamba yang beriman iaitu rasa syukur dengan sebenar nya syukur, dan rasa ayukur yang mendalam adalah anugerah seorang hamba yang beriman iaitu memeluk agama Islam sebagai nikmat yang sangat hakiki.

Semua terhadap segala sesuatu dari pemberian Allah SWT yang telah diberikan tidak ada yang dapat menandingi anugerah keislaman dan keimanan seorang hamba.

Orang-orang yang masih memeluk agama Islam berarti masih menikmati anugerah yang sangat besar dari Allah. Dengan kalam hikmah di atas, Imam Ibnu Athaillah seakan hendak menyampaikan, terkadang Allah memberikan sesuatu yang dianggap baik menurut pikiran manusia, namun tanpa disadari pemberian itu sebenarnya menghalangi dirinya dari taufiq dan hidayah untuk semakin dekat kepada-Nya.

Baca Juga: Joglo Makam Raden Saleh Kota Bogor di Resmikan Habib Luthfi

Apalah artinya terpenuhi semua harapan, sementara cahaya Islam dan iman di hati justru padam? Namun, yang sering terjadi adalah manusia sulit memahami hakikat anugerah yang diberikan Allah. Ketika harapannya tidak sesuai kenyataan, betapa banyak manusia yang sering menyalahkan takdir, seolah Allah SWT tidak adil kepadanya. Padahal, jika mau memahami, semestinya ia akan sadar bahwa semua anugerah yang telah Allah SWT berikan maupun yang Allah SWT halangi darinya merupakan kebaikan yang hakiki baginya.  

Imam Ibnu Athaillah melanjutkan kalam hikmahnya:  

مَتَى فَتَحَ لَكَ بَابُ الْفَهْمِ فِي الْمَنْعِ عَادَ الْمَنْعُ عَيْنَ الْعَطَاءِ  

Artinya, “Ketika Allah membukakan pintu pemahaman kepadamu tentang pecegahan-Nya dari suatu anugerah, maka penolakan Allah itu pun berubah menjadi anugerah yang sebenarnya.”  

Penjelasan Ibnu Ajibah Syekh Ibnu Ajibah dalam kitabnya Îqâdhul Himam mengibaratkan pemberian Allah kepada manusia dengan orang yang diundang ke suatu jamuan makanan di tempat gelap tanpa lampu. Makanan yang tersedia sangat banyak, namun bisakah saat itu ia mengetahui makanan mana yang akan diambil dan yang akan dimakan? Begitulah pemberian Allah kepada manusia, ketika diberi kecukupan di satu sisi, ia akan selalu merasa kekurangan di sisi lainnya. (Ibnu Ajibah, Îqâdhul Himam Syarhu Matnil Hikam, [Bairut, Darul Ma’rifah: 2000], halaman 97).   Kalam hikmah Imam Ibnu Athaillah di atas terkonfirmasi oleh ayat Al-Qur’an:  

وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ، وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ  

Artinya, “Boleh jadi kalian tidak
menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagi kalian; dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” (QS al-Baqarah:216).

Baca Juga: Rumah Makan di Bogor Porak Poranda Usai Dilanda Angin Puting Beliung

Karenanya, orang-orang pilihan yang telah mencapai derajat ma’rifat billâh, sering merasa takut ketika ia menerima anugerah Allah. Syekh Ibnu Ajibah mengatakan:

  اَلْعَارِفُوْنَ إِذَا بُسِطُوا أَخْوَفُ مِنْهُمْ إِذَا قُبِضُوْا

Artinya, “Orang-orang
‘ârifbillâh lebih takut ketika diberikan kelapangan daripada diberikan kesempitan.” (Ibnu Ajibah, Îqâdhul Himam, halaman 97).  

Terpenuhinya semua harapan merupakan kebahagiaan dan seakan menjadi nikmat yang sangat besar. Namun, semua itu justru menakutkan bagi orang-orang ‘ârifbillâh. Kenapa demikian? Sebab, bagi mereka dalam keadaan sempit orang yang dekat kepada Allah akan lebih tenang dan lebih tentram menjalankan semua perintah-Nya. Sedangkan dalam keadaan semua keinginan terpenuhi, orang akan berpotensi sombong dan tidak bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya.   

Baca Juga: Rumor Keretakan Rumah Tangga Zaskia Gotik, Sang Pedangdut Menolak Menemui Wartawan

Dalam menyikapi kelapangan dan kesempitan hidup, Syekh Ibnu Ajibah mengatakan:  

اَلْبَسْطُ تَأْخُذُ النَّفْسُ مِنْهُ حَظَّهَا بِوُجُوْدِ الْفَرْحِ، وَالْقَبْضُ لَاحَظَّ لِلنَّفْسِ فِيْهِ  

Artinya, “Dalam kelapangan hidup, nafsu manusia ikut ambil bagian (menikmatinya), sebab adanya rasa gembira; sedangkan dalam kondisi sempit, nafsu manusia tidak ikut ambil bagian (merasakannya).” (Ibnu Ajibah, Îqâdhul Himam, halaman 97).  

Begitulah kelapangan, ia bisa menjadi faktor yang menumbuhkan kecenderungan nafsu untuk melupakan Allah SWT yang memberikan anugerah. Orang yang lapang cenderung memanjakan dirinya dengan segala sesuatu yang diinginkan. Sikap memanjakan diri inilah yang terkadang menjadi penyebab orang lalai. Seolah, saat demikian kewajiban agama menjadi beban dan ibadah pun dilakukan dengan hati gundah tidak ikhlas.  

Baca Juga: Pasien RS Mery Berharap Seluruh Biaya Melahirkan Operasi Caesar Ringan Ditanggung BPJS

Berbeda ketika dalam kondisi sempit atau kesusahan. Banyak hal yang tertahan dan tidak bisa didapatkan. Kondisi penuh keterbatasan menjadikan manusia tidak dapat memanjakan dirinya. Karenanya, tidak ada godaan untuk lalai memanjakan diri dan kewajiban agama pun dapat ditunaikan tanpa beban. Bagaimana mungkin bisa memanjakan diri, sedangkan ia dalam keadaan yang kurang?   Dalam kesempatan lain Syekh Ibnu Ajibah mengibaratkan manusia seperti anak kecil yang masih sangat polos dan tidak tahu apa-apa, yang menginginkan manisan atau permen beracun. Ia berkata:


فَكُلَّمَا بَطَشَ الصَّبِي
ُّ لِذَلِكَ الطَّعَامِ رَدَّهُ أَبُوْهُ، فَالصَّبِي يَبْكِي عَلَيْهِ لِعَدَمِ عِلْمِهِ، وَأَبُوْهُ يَرُدُّهُ بِالْقَهْرِ لِوُجُوْدِ عِلْمِه

Artinya, “Ketika Si Anak mengambil makanan beracun, Sang Ayah menolaknya; maka Si Anak menangisinya karena ketidaktahuannya, sedangkan Sang Ayah menolaknya secara paksa karena tahu ada racunnya.” (Ibnu Ajibah, Îqâdhul Himam, halaman 100).  

Begitulah gambaran hubungan manusia dengan Allah swt berkaitan dengan anugerah dan harapan. Manusia tak ubahnya seperti anak kecil yang masih lugu dan sangat polos, sementara Allah menghalangi berbagai harapan dan keinginannya karena bahaya yang tidak diketahuinya.  Penilaian akhir yang paling baik dalam hidup adalah ketika sesuai dengan kehendak-Nya. Sangat mungkin, segala anggapan baik yang manusia wacanakan, justru merupakan keburukan yang tidak Allah inginkan. Tidak ada hal yang lebih baik atas semua kejadian yang menimpa manusia melainkan dengan mempelajari dan menggali hikmah demi meraih keridhaan-Nya. Sebab setiap ketentuan Allah selalu beriringan dengan kebijaksanaan-Nya.  

Baca Juga: PT Egi Karya Bersihkan Jalan Terdampak Proyek RSUD Bogor Utara

Syair Imam al-Bushiri Kalam hikmah Imam Ibnu Athaillah yang kemudian dijelaskan secara panjang lebar oleh Syekh Ibnu Ajibah di atas selaras dengan syair Imam al-Bushiri dalam al-Burdah:

  كَمْ حَسَّنَتْ لَذَّةً لِلْمَرْءِ قَاتِلَةً مِن
حَيْثُ لَمْ يَدْرِ أَنَّ السَّمَّ فِى الدَّسَمِ  


Artinya, “Betapa banyak kenikmatan justru berujung pada kematian, karena orang tidak menyadari bahaya racun yang terkandung di dalamnya.” Wallâhu a’lam.*** 

 

Sumber: NU

Halaman:
1
2
3

Editor: Imam Shodiqul Wadi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Jatuh dan Terluka, Apakah Puasa Menjadi Batal?

Rabu, 27 Maret 2024 | 12:55 WIB

Deretan Artis Gagal Nyalon Pileg 2024

Rabu, 13 Maret 2024 | 09:39 WIB

Hikmah Mengakhirkan Sahur saat Puasa Ramadhan

Selasa, 12 Maret 2024 | 13:13 WIB

Tidur Saat Romadhon Ibadah, Simak Maksudnya

Selasa, 12 Maret 2024 | 12:53 WIB

Penentuan Awal Ramadhan, Simak Pendapat Ulama

Jumat, 8 Maret 2024 | 22:40 WIB

Inilah Beberapa yang Membatalkan Puasa

Jumat, 8 Maret 2024 | 07:36 WIB

Inilah Keutamaan Puasa di Bulan Ramadhan

Rabu, 6 Maret 2024 | 22:31 WIB

Semangat Baru, Bali Kembali Gelar Bahtsul Masail

Senin, 4 Maret 2024 | 06:30 WIB

Keharaman Penentuan Harga hingga Kenaikan Bahan Pokok

Selasa, 27 Februari 2024 | 10:43 WIB
X