Membongkar Seluk-Beluk Perjalanan Penting Hari Santri Dan Goresan Tinta Emas Sejarah Resolusi Jihad NU.

- Sabtu, 2 Oktober 2021 | 01:02 WIB
m.youtube-penerus para nabi (m.youtube-penerus para nabi)
m.youtube-penerus para nabi (m.youtube-penerus para nabi)

Baca Juga: Gus Maksum, Pendekar Pencak Silat NU Penumpasan PKI

Sebagai seorang kiai, Hadratussyekh Kiai Hasyim Asy’ari cukup mumpuni dalam strategi perang. Di saat sejumlah orang memandang bahwa keputusan Kiai Hasyim merupakan simbol ketundukan kepada Jepang karena menyetujui para santri dilatih militer oleh Jepang.

Namun di balik semua itu, guru para kiai di tanah Jawa ini ingin mempersiapkan para pemuda secara militer melawan agresi penjajah ke depannya. Betul saja apa yang ada di dalam pikiran Kiai Hasyim Asy'ar. Jepang menyerah kepada sekutu. Namun Indonesia menghadapi agresi Belanda II. Di saat itulah para pemuda Indonesia melalui Laskar Hizbullah, dan lain-lain sudah siap menghadapi perang dengan tentara sekutu dengan bekal gemblengan ‘gratis’ oleh tentara Jepang.

KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (2013) mencatat, saat itu Angkatan pertama Hizbullah dilatih daerah Cibarusa, dekat Cibinong, Bogor awal tahun 1944 diikuti oleh 150 pemuda. Mereka datang dari Karesidenan di seluruh Jawa dan Madura yang masing-masing mengirim 5 orang pemuda.

Baca Juga: Samar-Samar Penglihatan SUV Bongsor, Hyundai Seperti Nya Sudah Gatal Ingin Meluncurkan Ioniq 7.

Pusat latihan Hizbullah di Cibarusa itu dikeola oleh Markas Tertinggi Hizbullah yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Sebagai sebuah strategi perang, latihan ini perlu dilakukan oleh sebanyak-banyaknya pemuda. Namun, disayangkan latihan Hizbullah ini diselenggarakan secara minim sekali. Kondisi ini menjadi perhatian serius KH Wahid Hasyim sebagai penanggung jawab politik dalam Laskar Hizbullah.

“Kita dikejar waktu. Nippon sebenarnya mencurigai tujuan Hizbullah. Yang menyetujui Hizbullah kan cuma kita,” ucap Kiai Wahid mengemukakan kegelisahannya. Tetapi, ayah dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini tidak mau ketinggalan kereta. Walau bagaimana pun, perjuangan kemerdekaan harus dipersiapkan, baik kekuatan militernya, di samping kekuatan politiknya.

Kekuatan politik yang dimaksud ialah politik kenegaraan yang berkepentingan memerdekakan Indonesia dari kungkungan penjajah. Langkah ini membutuhkan ongkos yang tidak sedikit.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Hari Sabtu 2 Oktober 2021 untuk Wilayah Bogor dan Sekitarnya

Pertempuran mencapai puncaknya di Surabaya pada 10 November 1945 yang saat ini diresmikan menjadi Hari Pahlawan Nasional. Momen tersebut tidak terlepas dari pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh Kiai Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Resolusi Jihad Kiai Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua yang membonceng Sekutu. Sebelumnya, pada 19 September 1945 banyak orang rela mati dalam peristiwa penyobekan bagian biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya. Sebelum datang Brigade 49 Divisi India Tentara Inggris pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, kalangan santri merasa tentara asing akan datang dan perang tak bisa dihindarkan. Di Surabaya yang panas pada akhir Oktober 1945, para kiai pun berkumpul. Mereka terus berkomitmen bagi kemerdekaan bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan. Setidaknya waktu itu Wahid Hasyim, anak dari Rais Akbar NU Kiai Hasyim Asy'ari, adalah Menteri Agama Republik Indonesia sejak September 1945.

Kiai Hasyim Asy'ari sendiri merupakan salah satu ulama besar dari pesantren yang berpengaruh sejak zaman kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang pada 1942. Martin van Bruinessen dalam NU. Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) mencatat, pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, wakil-wakil cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya dan menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai jihad (perang suci).

Baca Juga: Kapal Malaysia Disergap, Nelayan Indonesia Pelaku Ilegal Fhising.

Dalam pertemuan itu lahirlah Resolusi Jihad NU 22 Oktober yang menjadi dasar penetapan Hari Santri. Resolusi Jihad punya berdampak besar di Jawa Timur. Pada hari-hari berikutnya, ia menjadi pendorong keterlibatan santri dan jamaah NU untuk ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945. KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) menjelaskan bahwa hampir bersamaan ketika terjadi perlawanan dahsyat dari laskar santri dan rakyat Indonesia di Surabaya pada 10 November 1945, rakyat Semarang mengadakan perlawanan yang sama ketika tentara Sekutu juga mendarat di ibu kota Jawa Tengah itu.

Dari peperangan tersebut, lahirlah pertempuran di daerah Jatingaleh, Gombel, dan Ambarawa antara rakyat Indonesia melawan Sekutu. Kabar pecahnya peperangan di sejumlah daerah tersebut juga tersiar ke daerah Parakan. Dengat niat jihad fi sabilillah untuk memperoleh kemerdekaan dan menghentikan ketidak perikemanusiaan penjajah, Laskar Hizbullah dan Sabilillah Parakan ikut bergabung bersama pasukan lain dari seluruh daerah Kedu.

Halaman:

Editor: Imam Shodiqul Wadi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Gudang Peluru Meledak, Musibah Atau Rekayasa?

Sabtu, 30 Maret 2024 | 23:41 WIB

Berani, Pengusaha Ilegal Tantang Camat Cariu

Sabtu, 30 Maret 2024 | 06:00 WIB

Terpopuler

X