Penting, Beragam Perspektif Tentang Nabi Muhammad SAW Yang Wajib Diketahui Umat Muslim

- Jumat, 8 Oktober 2021 | 19:44 WIB
Perdalam khazanah tentang Nabi Muhammad SAW (Rosyka/Bogor Times)
Perdalam khazanah tentang Nabi Muhammad SAW (Rosyka/Bogor Times)

Bogor Times- Nabi Muhammad SAW merupakan sentra hukum dan panutan umat muslim sedunia.

Karenanya Nabi Muhammad SAW menjadi tokoh penting dalam sejarah dunia ini.

Pasti sangat penting kita mengenal Nabi Muhammad SAW lebih dalam.

Baca Juga: Bongkar Serangan Santet Dengan Kopi Hitam, Begini Caranya

Beberapa literasi tulisan para ulama, kita dapat mengenal Nabi Muhammad SAW lebih dekat dengan sosok manusia yang dipilih oleh Allah dalam menyebarkan agamanya .

Bagaimana kita hendak menjelaskan peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW? Kita punya banyak cara melakukannya lewat berbagai perspektif.

Ada perspektif Hadits, dimana sanadnya harus dijelaskan oleh ahli Hadits dan terkadang ada perbedaan pandangan tentang status kesahihannya.

Baca Juga: Sejarah Penyebaran Kopi dari Abyssinia, Yaman Hingga Eropa

Ada cara pandang sejarah yang mengumpulkan kisah-kisah memakai sanad.

Namun sanadnya tidak sampai ke Rasul, tapi juga sulit untuk menikmati kacamata ilmu Hadits.  

Sampai di sini saja sudah akan berbeda perspektif antara riwayat yang kita temui dalam Shahih Bukhari - Shahih Muslim dengan Sirah Ibn Hisyam.

Baca Juga: Cerita Kopi dan Ali Bin Omar Ashadzili, Simak Ulasan Kitab 'Inaasush Shofwah bi Anfaasil Qohwah'

Ada lagi yang memandang peristiwa kelahiran Nabi Muhammad dari sudut tasawuf.

Maka penjelasan ilmu ma'rifah tentang Nur Muhammad tidak bisa dijelaskan di kalangan awam, apalagi hanya di panggung ceramah. 
Ada lagi yang menjelaskannya dengan pendekatan cinta.

Maka dia akan menerapkan pendekatan adab, bukan bukti-bukti sejarah atau riwayat keshahihan.
Ada lagi yang menuliskan peristiwa kelahiran Nabi lewat syi'ir puji-pujian.

Baca Juga: Legenda Kopi di Negeri Ethiopia, Kisah Kaldi dan Kambingnya

Ini jelas berbeda dengan riwayat Hadits. Diksi yang dipilih juga sering berupa metafor yang glorifikasi. Tidak dapat diartikan secara harfiah apa adanya.

Puji-pujian dalam Barzanji, misalnya, tidak layak dibenturkan dengan Shahih Bukhari. Karena perspektif kedua kitab ini berbeda.

Berbeda bukan berarti keliru. Baiklah, sudah paham kan perbedaan perspektif yang ada?

Baca Juga: Wow, Ternyata Kopi Adalah Minuman Para Sufi, Simak Penjelasannya

Saya ingin kasih dua contoh saja. Jangan banyak-banyak contohnya, nanti heboh. Kalau dalam perspektif syi'ir puji-pujian, seperti dalam Barzanji, kita bisa menerima info bahwa Nabi lahir 12 Rabiul Awal.

Tapi kalau kita buka kitab sejarah, seperti Sirah Nabawiyah karya Ibn Katsir (jilid 1, hal 199-200) kita akan menemukan banyak penemuan sejarah yang berbeda tentang tanggal kelahiran Nabi.

Ada yang bilang tanggal 17 dan ada pula yang bilang tanggal 8 bulan Rabiul Awal.

Baca Juga: Resep Kopi Kekinian, Bisa dinikmati di Rumah

Ternyata Ibn Katsir juga mencatat ada yang bilang Nabi SAW lahir 12 Ramadhan.

Kalau informasi berbeda ini disampaikan dalam ceramah, bisa-bisa umat pada heboh. Padahal dalam perspektif sejarah, perbedaan tanggal ini hal biasa.  

Contoh kedua. Benarkah Ibunda Nabi, Siti Aminah, melihat cahaya saat Nabi lahir?

Baca Juga: Tanda Pria Beruntung, Punya Istri Cerewet

Kalau kita lihat syair dalam Barzanji memang disebutkan demikian. Namun bila kita merujuk pada literatur Hadits, diskusinya akan seru dan asyik. Ada sanad dan redaksi yang berbeda, serta berbeda pula para ulama menilai kualitas haditsnya. 

Hadits pertama: Dari Kholid bin Ma'dan dari para sahabat Rasulullah bahwa mereka mengatakan:  

‎يا ل الله ا . ال : اهيم لت ا ا له الشام

Baca Juga: Enam Wasiat Wali Abdal Untuk Seluruh Umat Muslim

“Wahai Rasulullah, tolonglah kepada kami tentang dirimu. Maka beliau mengucapkan, “(Aku adalah hasil) doa ayah kabar (Nabi) Ibrahim dan gembira (Nabi) Isa. Dan saya bermimpi ketika beliau mengandungku, seolah-olah cahaya darinya menyinari istana Bushra di negeri Syam.” Imam Hakim mengatakan hadits ini shahih. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan sanadnya jayyid (bagus). Al-Bushiri mengatakan hasan.  

Hadits kedua: Diriwayatkan dari Irbad bin Sariyah radhiallahu 'anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam doa, kemudian disebutkan hadits di dalamnya ada, ‎

لِ اللَّهِ لَّى اللَّهُ لَيْهِ لَّمَ ا ا الام 

Baca Juga: Awas! Islam Larang Curhat dengan Istri Atau Suami Orang Lain, Ini Penjelasannya

“Bahwa ibunda Rasulullah ketika melahirkan beliau, dia melihat cahaya yang menyinari istana negeri Syam.” Imam adz-Dzahabi mengatakan sanadnya hasan.

Tidak mencapai derajat shahih karena menurut beliau perawi yang bernama Abu Bakr bin Abi Maryam itu lemah.

Namun menurut Syekh Arnauth, karena ditopang riwayat-riwayat lain yang sejenis, maka statusnya naik menjadi Shahih lighairih. Ada tambahan kalimat dalam riwayat lain:

Baca Juga: Hukum Melihat Gambar dan Vidio Porno Menurut Ulama

‎وَكَذلِكَ ا ال

“Begitupula ibu-ibu para Nabi juga melihatnya” Hadits dengan tambahan kalimat ini dinyatakan shahih oleh Ahmad Syakir, tapi dinyatakan dha'if oleh al-Albani.

Ini baru dari segi sanad. Dari segi matan, para ulama berbeda memahami kedua riwayat di atas.

Baca Juga: Sering Ikuti Konser Musik, Berpotensi Penyakit Kuping atau Telinga hingga Bisa Tuli

Ada sebagian yang menganggap redaksinya berbeda: melihat pertama melihat cahaya saat, sedangkan saat kedua melahirkan berbeda. Mana yang benar?  

 Ada pula yang mencoba menggabungkanya: cahaya itu terlihat dua kali; saat mengandung dan saat melahirkan.

Jadi tidak bertentangan. Ada pula yang mengatakan bahwa hadits pertama itu saat mengandung melihat cahaya dalam mimpi, sedangkan saat lahir Siti Aminah melihatnya secara langsung. 

Baca Juga: Gejala Ringan Ayo Kenali Hingga Berat Penyakit Telinga atau Kuping

Ini tentu saja jika kita menerima status kedua riwayat di atas shahih. This perbedaan cara melihat kejadian kelahiran Nabi.

Banyak perspektif yang berbeda sesuai dengan pendekatan yang mau kita ambil. Jadi, jangan terburu-buru mau menyalahkan pihak lain.

Apalagi menganggap orang lain menghina Nabi hanya karena melihat satu peristiwa dengan perspektif yang berbeda.

Baca Juga: Jangan Malu Gunakan Alat Bantu Pendengaran, Kini Alat Bantu Itu Sudah Berevolusi

Terakhir, Gus Muwafiq sempat kontak saya, dan sambil guyon khas NU saya bilang:

“njenengan gak salah Gus. Cuma kurang ganteng saja!” Kata beliau: “kalau begitu waktunya waktunya saya diajari untuk ganteng.”  

Penulis adalah: Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCINU Australia-New Zealand, Dosen Senior Monash Law School.***

Halaman:
1
2
3
4

Editor: Ahmad Fauzi

Sumber: NU Online

Tags

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Gudang Peluru Meledak, Musibah Atau Rekayasa?

Sabtu, 30 Maret 2024 | 23:41 WIB

Berani, Pengusaha Ilegal Tantang Camat Cariu

Sabtu, 30 Maret 2024 | 06:00 WIB

Terpopuler

X