Menag Yaqut Cholil Qoumas: Pentingnya Rekontektualisasi Fiqih di Era Global

- Senin, 25 Oktober 2021 | 14:53 WIB
Menag Yaqut Cholil Qoumas (Wijayanti Putrisejati)
Menag Yaqut Cholil Qoumas (Wijayanti Putrisejati)

Bogor Times - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengapresiasi tema Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) Ke-20 yang digelar di Surakarta, Jawa Tengah. Tema tersebut adalah “Islam In A Changing Global Contex: Rethinking Fiqih Reactualization and Public Policy”. 

"Pada awalnya AICIS tahun ini mengusung tema public policy saja. Dan tema itu sudah disiapkan oleh panitia sejak sebelum pandemi Covid-19," kata Menag di Solo, Senin 25 Oktober 2021. Ajang ini dibuka oleh Wapres KH Ma'ruf Amin. 

"Tetapi saya kemudian meminta kepada panitia untuk mengubahnya dan memasukkan kajian Fiqih dalam era pandemi ini,” sambungnya. 

Baca Juga: Haru, Kapolsek Parung Menangis dalam Kegiatan Kenal Pamit

Menurut Menag, kajian rekontekstualisasi fikih sangat relevan dengan perkembangan dunia saat ini. Setidaknya ada 14 konteks pentingnya tema ini menjadi pembahasan di gelaran AICIS 2021:

1. Dalam teori hukum Islam klasik (usul Fiqih), norma agama (ahkam; singular, hukm) merupakan respon terhadap kenyataan. Tujuan norma agama (maqasid al-shari'ah) adalah untuk menjamin kesejahteraan spiritual dan material kemanusiaan.

2. Ahli hukum Sunni yang diakui oleh dunia, Imam al-Ghazali dan Imam al-Shatibi, mengidentifikasi lima komponen utama maqasid al-shari'ah, yaitu pelestarian iman, kehidupan, keturunan, akal dan harta benda.

Baca Juga: Perkuat Internal Kelembagaan KPAD Kabupaten Bogor Audiensi dengan KPAI Pusat

3. Norma-norma agama bisa bersifat universal dan tidak berubah misalnya, keharusan seseorang berusaha mencapai kesempurnaan moral dan spiritual atau bisa juga bersifat "fleksibel", jika dihadapkan pada masalah spesifik yang muncul dalam situasi waktu dan tempat yang selalu berubah.

4. Seiring dengan perubahan realitas, fleksibilitas norma agama yang bertentangan dengan norma agama universal juga harus berubah untuk mencerminkan keadaan kehidupan yang terus berubah di bumi. Hal ini sebenarnya dimulai pada awal abad Islam, pada saat berbagai aliran hukum Islam (madzhab) muncul dan berkembang. Selama lima abad terakhir, meskipun begitu, praktik ijtihad (penalaran hukum independen, yang digunakan untuk menciptakan norma-norma agama baru) pada umumnya telah berakhir di seluruh dunia Muslim Sunni.

Baca Juga: Porserosi Kabupaten Bogor Rebut Juara Gelar Juara Ajang Kompetisi Tingkat Provinsi

5. Ketika orang-orang Muslim kontemporer mencari bimbingan agama, sumber referensi yang paling banyak diterima dan otoritatif menurut standar ortodoksi Islam adalah corpus (kumpulan tulisan) pemikiran Islam klasik dan terutama fiqh (yurisprudensi) yang mencapai puncak perkembangannya di Abad Pertengahan, hingga kemudian berhenti dan sebagian besar tidak berubah sampai hari ini.

6. Kesenjangan yang luas saat ini terjadi antara struktur ortodoksi Islam dan konteks realitas aktual Muslim (di mana manusia hidup saat ini), karena adanya perubahan besar yang telah terjadi sejak ajaran Islam ortodoks mulai meningkat menjelang akhir abad pertengahan.

7. Perbedaan antara prinsip-prinsip kunci dari ortodoksi Islam dan realitas peradaban kontemporer dapat, dan sering terjadi, membawa umat Islam ke dalam bahaya fisik, moral dan spiritual, jika mereka berniat untuk mengamati elemen fiqh tertentu, terlepas dari konteks mereka saat ini. Di antara isu kompleks yang terletak di jantung perbedaan ini adalah:

Baca Juga: Tidak Ada Kata Terlambat Menuntut Ilmu Agama.

Halaman:

Editor: Saepulloh

Sumber: Kemenag

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Gudang Peluru Meledak, Musibah Atau Rekayasa?

Sabtu, 30 Maret 2024 | 23:41 WIB

Berani, Pengusaha Ilegal Tantang Camat Cariu

Sabtu, 30 Maret 2024 | 06:00 WIB
X