Publik Tersambar Geledek, Negara Beri Hadiah Pada Maling Uang Rakyat

- Kamis, 4 November 2021 | 11:12 WIB
Koruptor Dihadiahi Karpet Merah (Pixabay)
Koruptor Dihadiahi Karpet Merah (Pixabay)

Dengan demikian, perbedaan perlakuan merupakan konsekuensi etis untuk memperlakukan secara adil sesuai dengan dampak kerusakan moral, sosial, ekonomi, keamanan, generasi muda, dan masa depan bangsa, dari kejahatan yang dilakukan masing-masing...korupsi di Indonesia telah merampas hak -hak dasar sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia dan berlangsung secara sistematis dan meluas sehingga menjadi kejahatan luar biasa...”

Baca Juga: Momentum Sumpah Pemuda, Pemuda Sunda Menggugat dengan Tiga Tuntutan Rakyat

Delapan tahun berlalu, majelis hakim mengambil sikap bertolak belakang. Menurut mereka, terpidana maling uang rakyat tidak boleh dibeda-bedakan dengan terpidana kejahatan lainnya.

Lagi pula, fungsi pemidanaan tak lagi tujuan memenjarakan pelaku dengan memberi efek jera.

Pengabulan permintaan tersebut merupakan bagian dari usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model keadilan restoratif.

Baca Juga: Kenali Macam - macam Jenis Hujan, Dari Gerimis Hingga Badai

Dalam konteks ini, kami yakin dengan pernyataan Bivitri Susanti, pakar hukum tata negara, bahwa MA keliru dalam memahami konsep keadilan restoratif.
Konsep itu lahir ketika hak asasi manusia, dalam mekanisme maksimal peradilan, tak bisa memberi keadilan secara kepada korban.

“Makanya kemudian dikembangkan istilah restorative justice untuk menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan bagi korban,” ucap Bivitri.

“Koruptor itu bukan korban. Korban (dari tindak pidana korupsi) itu adalah kita-kita yang kehilangan hak untuk mendapatkan fasilitas yang baik,” kata dia.

Baca Juga: Sadiaga Uno: Garuda Indonesia Dalam Masa Sulit, Namun Badai Pasti Berlalu.

Wajar jika kemudian publik menilai bahwa pengabulan permohonan peninjauan kembali itu merupakan bagian dari pelemahan terhadap upaya pemberantasan aksi lancung maling uang rakyat.

Dia tak berdiri sendiri, tetapi berkaitan erat dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Semua itu dimulai dari revisi terhadap Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Selanjutnya, terdapat aturan bahwa hakim agung ditetapkan presiden dari nama calon yang diajukan DPR.

Baca Juga: Vincent Verhaag Nampak Lemah Usai El Barack Memelas untuk Panggil 'Ayah'

Satu hal yang tak boleh dilupakan adalah revisi UU tentang Mahkamah Konstitusi. Lewat regulasi itu, masa jabatan hakim MK diperpanjang menjadi 15 tahun.

Dengan demikian, para hakim yang sedang memiliki kepentingan untuk kembali dipilih DPR.

Halaman:

Editor: Ahmad Fauzi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Gudang Peluru Meledak, Musibah Atau Rekayasa?

Sabtu, 30 Maret 2024 | 23:41 WIB

Berani, Pengusaha Ilegal Tantang Camat Cariu

Sabtu, 30 Maret 2024 | 06:00 WIB
X