Tauladan Pergaulan Nabi Muhammad SAW Dengan Agama Lain

- Senin, 22 November 2021 | 13:50 WIB
Tauladan Rosulullah Muhammad SAW dalam pergaulan antar beragama (Pixabay)
Tauladan Rosulullah Muhammad SAW dalam pergaulan antar beragama (Pixabay)

Bogor Times - perbedaan umat beragama telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Pada zaman tersebut Nabi Muhammad SAW memiliki adab yang dikenal oleh kalangan umat Islam melalui kutipan beberapa tarikh atau sejarah yang Mansyur.

Sejarah tersebut yang dijadikan oleh para ulama Indonesia untuk mengimbau masyarakat dalam bermuamalah dan memiliki dasar dan standar dalam bergaul kepada umat selain agama Islam.

Baca Juga: Tauladan Pergaulan Nabi Muhammad SAW Dengan Agama Lain

Sejak awal muncul, Islam sudah berinteraksi dengan non-Muslim. Ketika masih bertempat tinggal di Makkah, Nabi Muhammad sudah bergaul dan berinteraksi dengan non-Muslim, baik itu yang beragama Kristen, Yahudi, Zoroaster, maupun kaum pagan itu sendiri.  

Terlebih lagi ketika Nabi hijrah ke kota Madinah, dengan masyarakat yang plural, otomatis Nabi sudah menikah dengan masyarakat yang beragama, baik secara budaya, sosial, keyakinan, suku, dan juga agama. Yastrib adalah daerah yang dikuasai oleh pelbagai agama besar. Ada Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan aliran kepercayaan lain.    

fasilitas dengan non-Muslim, relasional yang dibangun Nabi adalah relasional damai. Tidak ada rasa canggung dan sungkan dalam bergaul.

Baca Juga: Wakil Sekjen PB NU Pastikan Kemunduran Muktamar ke-34 Faktor Pandemi Covid-19

Perbedaan agama, tidak menjadikan Yahudi sebagai musuh. Pun perbedaan doktrin teologis, tidak otomatis Nabi memerangi kaum Yahudi Madinah.  

Muhammad Said Ramadhan Al Buthi dalam kitab Fiqh al Sirah an Nabawiyyah, memuat kisah persahabatan baik Nabi dengan Raja Kristen Negus. Seorang penguasa yang beragama Nasrani dari negeri Etiophia.

berikut Kristen, Rasulullah tak sungkan meminta suaka politik untuk beberapa orang sahabat dari raja yang adil dan bijaksana tersebut.  

Baca Juga: Menuju Kedaulatan, PC NU Kabupaten Bogor Galang Koin Muktamar, Satu Pengurus Sumbang Rp 10 Juta

Rasulullah sempat menyuruh beberapa orang sahabat untuk hijrah ke negeri Abbyssina, termasuk anak beliau Ruqayyah dan suaminya Ustman bin Affan.

Suaka politik yang Rasulullah pinta itu untuk menyelamatkan mereka dari kekejaman kaum pagan Quraisy, Makkah. Pasalnya, siksaan kejam telah menimpa sahabat Nabi di Makkah.  

Dalam kitab Muhammad; Hidupnya Berdasarkan Sumber-Sumber Terdaftar, karya dari Marthin Lings, tercatat bahwa para pengungsi politik di Abyssina disambut dengan berkat dari Raja dan masyarakat lain yang terbesar dari Kristen. Penguasa Ethiopia, memberikan kebebasan penuh dalam beragama dan beribadah.  

Baca Juga: Permohonan Maaf Bogor Times dan Hak Jawab Anggota DPRD Kabupaten Bogor, Teguh Widodo

Di sisi lain, Yusuf Qardhawi dalam kitab Ghairu al Muslim fi almujtama' al Islami, menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ketika hidup di Makkah dan Madinah tak sungkan-sungkan untuk bergaul dengan non-Muslim.

Saban waktu luang, Nabi menyempatkan diri untuk bertandang dan bersilaturahmi dengan tetangga yang non-Muslim. Pun ketika ada tetangga Nabi yang tengah sakit, maka Nabi tak sungkan untuk mengunjungi dan berbela sungkawa. Simak penjelasan Qardhawi berikut;  

لى السماحة لك الة الرسول لى الله ليه لم لأهل الكتاب ا اا ارى، ا ليهم، ا .

Baca Juga: Diduga Mal Administrasi INSPIRA Bogor Kritik Pembangunan RSUD Bogor Utara

Artinya; Rasulullah menyemarakkan toleransi dalam pergaulan dengan ahli kitab, sama ada itu Yahudi dan Nasrani, maka sesungguhnya Nabi mengunjungi mereka untuk bersilaturahmim, dan memuliakan mereka, dan melakukan juga kebaikan pada mereka, dan mengunjungi orang-orang yang sakit, dan ia mengambil dari mereka dan juga nabi memberi pada mereka.  

Penjelasan terkait toleransi Nabi Muhammad terhadap non-Muslim juga dikisahkan oleh Ibnu Ishaq dalam kitab Sirah Ibn Ishaq. Ia memuat banyak cerita tentang sekelompok Kristen dari Bani Najran—Yaman Selatan—, datang ke Madinah. Sesampai di Madinah, kelompok Najran ini langsung masuk ke masjid Nabawi.

Peristiwa itu, setelah Nabi dan sahabat melaksanakan adzan Ashar.  

Baca Juga: Big Macht Persib Bandung VS Persija Jakarta, Robert Alberts Optimis Tiga Poin

Yang tak kalah mengejutkan, di dalam masjid itu para utusan Bani Najran yang mengunjungi 14 orang tersebut melaksanakan sembahyang ala Kristen. Mereka menghadap ke arah Timur.  

Melihat non-Muslim masuk ke dalam masjid, ditambah lagi melaksanakan shalat, para sahabat yang hadir berencana untuk menghalau dan melarang mereka. Tahu rencana para sahabat, Rasulullah SAW bersabda, “Biarkanlah mereka”.

Jadilah di masjid, Kristen Najran sembahyang ke arah Timur. Setelah sembahyang, Nabi Muhammad juga memperlakukan dengan baik Kristen Najran. Rasulullah menjalin hubungan diplomasi dan memberikan perlindungan pada mereka.

Baca Juga: Menuju Kedaulatan, PC NU Kabupaten Bogor Galang Koin Muktamar, Satu Pengurus Sumbang Rp 10 Juta

Rasulullah meminta Ali bin Abi Thalib untuk menulis surat perjanjian damai antara Rasululah dengan penduduk Kristen Najran.

Dalam surat tersebut, Rasulullah menjamin kesalamatan Bani Najran, dan Nabi melarang untuk menyakiti anak-anak, wanita, dan para pemuka agama Najran. Pun Nabi dengan keras melarang untuk menghancurkan Gereja.

berikut isi surat perjanjian damai itu; “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha penyayang. Ini adalah surat dari Nabi Rasulullah Muhammad kepada Najran; Bagi penduduk Najran dan sekitarnya jaminan dari Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah atas agama, tanah, harta, dan kafilah mereka, baik yang hadir maupun tidak hadir. Semisal mereka tidak mengubah apa yang sudah ada dan tidak mengubah hak-hak mereka.

Baca Juga: Permohonan Maaf Bogor Times dan Hak Jawab Anggota DPRD Kabupaten Bogor, Teguh Widodo

Uskup, pendeta, dan penjaga gereja mereka tidak boleh mengganggu apa yang ada di tangan mereka baik sedikit ataupun banyak. Mereka tidak boleh diusir dari tanah mereka, dan tidak boleh diambil 1/10 dari mereka. Tanah mereka tak boleh diinjak oleh tentara.  

Pada kisah lain, dalam kitab al-Sirah al-Nabawiyyah, juz 1, halaman 518, Nabi Muhammad selama di Madinah menjalin persahabatan dan pertemanan baik dengan kelompok agama Yahudi. agama yahudi. Di antara Yahudi yang menjadi kawan akrab Nabi Muhammad adalah Mukhairiq.

Seorang pendeta Yahudi yang sangat alim, sekaligus seorang hartawan nan kaya raya. Sumber kekayaan Muharriq adalah kebun kurma yang terbentang di sepanjang kota Madinah.  

Baca Juga: Mahasiswa Korban Bantingan Polisi Kini Sulit Menoleh, Simak Kabar Terkini Muhammad Fauriz Amrullah

Muharriq berkawan baik dan sangat akrab dengan Nabi Muhammad. Ketika berkecamuk perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, Mukhairiq ikut serta membantu Raulullah dan kaum muslimin. Ia ikut berjuang dalam membantu kaum muslimin.

Yang manarik, sebelum ia terjun ke medan tempur, Muharriq sempat berwasiat, ketika ia meninggal, maka ia akan menghibahkan seluruh hartanya untuk digunakan Rasulullah demi kepentingan umat Muslim Madinah.  

Toleransi yang dilakukan Nabi Muhammad, diikuti pula oleh sahabat beliau yang lain, bahkan setelah beliau wafat. Umar bin Khattab, setelah diangkat menjadi amirul mukminin, pelbagai kebijakannya selalu berpihak pada non-Muslim.

Hal itu ditunjukkan oleh Doktor Ali Muhammad al-Shalabi dalam bukunya al-Daulatul Utsmaniyah: 'Awamilun Nuhudh wa Asbabus Suquth, bahwa Khalifah Umar tetap menghormati hak-hak non-Muslim.

Padahal kekuasaannya sudah sampai ke Asia Tengah sekitar 22 Hijriah. Islam sudah jadi imperium baru kekuatan dunia. Penghormatan Umar bin Khattab pada non-Muslim terlihat ketika penaklukan al Quds.

Khalifah Umar membuat perjanjian damai dengan Palestina, bahwa kendatipun Islam berkuasa, namun penduduk bebas menjalankan keyakinan agama mereka, dan tidak mengizinkan mengganggu gereja dan sinagog mereka. Dokumetasi perjanjian damai tersebut juga oleh Imam al-Thabari dalam kitab Tarikh .  

Pun masa Dinasti Umayyah, di bawah pemerintahan Marwan bin Abdul Malik, khalifah tetap menghormati hak-hak non-Muslim. Salah satunya adalah menjaga Gereja Yohanes tetap utuh. Gereja ini bertetangga dengan masjid Jami' Damaskus.

Pada saat itu, ada ide untuk merobohkan gereja tersebut, untuk memperluas masjid raya. Pasalnya, umat Islam saat itu sudah semakin berkembang. Namun ide itu ditolak komunitas muslim Suriah.  

Gereja ini dipelihara dan dijaga oleh Khalifah dari Dinasti Umayyah. Baru pada masa Walid bin Marwan, gereja ini dirobohkan, tetapi kemudia di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz gereja ini dibangun kembali, karena desakan non-Muslim.  

Umar bin AbdulAziz, menerima protes dan pengaduan tersebut, mengambil tindakan hukum. Khalifah pun menulis surat pada Gubernur Damaskus, agar dibangun kembali Gereja Yohanes di sana. Karena itu dahulu rumah ibadah milik kaum Kristen, sebelum dirobohkan di masa Walid bin Marwan. ****

 

Halaman:
1
2
3
4

Artikel Selanjutnya

Anggota PKS Resahkan Warga Parung

Editor: Ahmad Fauzi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Gudang Peluru Meledak, Musibah Atau Rekayasa?

Sabtu, 30 Maret 2024 | 23:41 WIB

Berani, Pengusaha Ilegal Tantang Camat Cariu

Sabtu, 30 Maret 2024 | 06:00 WIB
X