Pakar Statistik Universitas Indonesia (UI), Farhan Muntafa: Generasi Muda Peroleh Radikalisme dari Medsos

- Jumat, 27 Mei 2022 | 07:08 WIB
Ilustrasi Medsos (Pixabay)
Ilustrasi Medsos (Pixabay)

Bogor Times-Akses pengetahuan di dunia maya disebut menjadi faktor transformasi pemahaman radikalil. 

Sebagaimana disebutkan oleh Pakar Statistik Universitas Indonesia (UI), Farhan Muntafa. Ia mengungkapkan bahwa pesan-pesan yang bermuatan radikalisme mudah diperoleh dari konten di situs online ataupun di media sosial (medsos).

Menurutnya , anak-anak muda menjadi radikal atau bahkan bergabung dengan kelompok militan melalui ajakan di medsos.

Baca Juga: Hadir Shalat Jumat Lebih Awal , Ini Manfaatnya

Medsos kini memang telah dianggap menjadi salah satu inkubator radikalisme. Khususnya yang menyasar kaum muda, baik kaum muda intelektual maupun kaum muda biasa.

“Medsos disinyalir telah menjadi inkubator radikalisme khususnya bagi generasi muda,” katanya dalam Seminar Hasil Penelitian Konten Narasi Ekstremisme di Media Online yang diselenggarakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Diklat Kemenag RI di Jakarta Pusat, Kamis (25/11/2021) malam.
 

Hal tersebut semakin akurat bila merujuk kepada hasil penelitian yang dilakukan Balitbang Kemenag. Dalam riset dicontohkan Leefa, WNI mantan simpatisan ISIS tertarik dengan ISIS karena menonton video propaganda yang ia dapatkan di internet. Namun, tak lama setelah itu yang bersangkutan merasa menyesal..

Baca Juga: Pakar Statistik Universitas Indonesia (UI), Farhan Muntafa: Generasi Muda Peroleh Radikalisme dari Medsos

Kisah serupa dialami pula oleh Nur Dahnia putri dari Direktur Otorita Batam Joko Wiwoho. Kala itu ketika yang bersangkutan memutuskan pergi ke Suriah usianya baru menginjak 15 tahun. Kemudian, setelah berada di Suriah selama kurang lebih 1,5 tahun, akhirnya ia kembali dan menyadari kekeliruannya.
 

Kasus-kasus seperti itu, kata Farhan, membuktikan bahwa dunia internet telah digunakan untuk merilis manifesto, propaganda, statemen agitatif, menggalang dukungan untuk memperkuat  jaringan, dan mengkomunikasikan antar-jaringan untuk merekrut anggota baru.

Selain itu, lanjut dia, terdapat pula faktor-fator kelemahan yang membuat seseorang mudah terpengaruh dan akhirnya masuk ke dalam kelompok ekstremis itu. “Kenapa mereka mudah diajak oleh gerakan besar tersebut, kerena mereka mempunyai kelemahan. Ada tujuh faktor, salah satunya adalah lemahnya pemahaman terhadap kearifan lokal,” terangnya.

“Nah, faktor itulah yang membuat orang-orang rawan disisipi paham-paham radikal,” sambung Farhan.

Dukung kontra narasi
Untuk itu, lewat penelitiannya para peneliti Balitbang Diklat Kemenag RI merekomendasikan pemerintah senantiasa mendukung media-media yang selama ini mengusung isu kontra narasi ektremisme sebagai upaya preventif melawan pengaruh konten ekstremisme.

Elma Heryani, salah seorang peneliti Balitbang Diklat Kemenag RI, menyebutkan rekomendasi tersebut bertujuan agar pengguna tidak terkontaminasi, sekaligus meningkatkan daya tahan terhadap narasi jahat secara daring.

“Sederhananya urgensi kontra narasi ini adalah untuk mengganti konten radikal (jahat) dengan konten damai,” terang Elma.
 
Mengenai medianya, ia menyebutkan, ada beberapa kategori yang menjadikan media online tersebut layak dijuluki kontra narasi. Antara lain, pertama, literasi berisi pesan-pesan keagamaan yang nirkekerasan.

Halaman:

Editor: Usman Azis

Sumber: NU Online

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Terpopuler

X