Fatwakan Haji Tidak Wajib, Hadratussyekh KH Hasyim Asyari Jadi Bagian Sejarah Sepinya Jamaah Haji

- Kamis, 30 Juni 2022 | 11:10 WIB
Sejarah haji sepi. (Pixabay.com)
Sejarah haji sepi. (Pixabay.com)

Bogor Times- Sejarah mencatat, di tahun 1941 M sampai 1949 atau 1359 H sampai 1368 H jamaah haji sempat mengalami surut jamaah.  

Dalam beberapa literasi tidak diketahui dengan pasti, ada tidaknya orang Indonesia yang berhaji di masa itu.

Kemungkinan ada yang berangkat ke tanah suci barangkali masih terbuka. Namun, sangat kecil kemungkinannya mengingat lautan juga dijaga oleh pasukan  Angkatan Laut penjajah dan masuk masa-masa pecah perang dunia kedua.

Baca Juga: 14 Jamaah Haji Indonesia Syahid, Banyak di Antaranya Terserang Jantung

Baca Juga: Jual Anak di Bawah Umur, Polisi Tangkap Dua Tersangka Human Trafficking

Baca Juga: Dugaan Korupsi Dana Bos di Sekolah SMAN 2 dan SMAN 4 Kota Depok

Selain perang yang sedemikian berkecamuk, Henry Chambert-Loir dalam Naik Haji di Masa Silam (2019: 72), mencatat bahwa kelangkaan jamaah haji di tahun tersebut karena faktor dorongan kuat agama. Sebab, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari sebagai pemimpin tertinggi Masyumi mengeluarkan fatwa tidak wajib berhaji di tahun 1947.

“Haram bagi umat Islam Indonesia meninggalkan tanah air dalam keadaan musuh menyerang untuk menjajah dan merusak agama. Karena itu, tidak wajib pergi haji di mana berlaku fardhu ain bagi umat Islam dalam keadaan melakukan perang melawan penjajahan bangsa dan agama.” (Mursyidi dan Harahap, 1928: 28 dalam Naik Haji di Masa Silam, 2019: 72).

Sebagaimana diketahui, haji merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam yang mampu.

Baca Juga: Kopri PB PMII Gandeng KPAI Gelar MoU Sinergitas Perlindungan Anak

Baca Juga: PB INSPIRA Kembali Menyalurkan Bantuan Kapolri Untuk Korban Banjir Bandang Cisarua Leuwiliang Bogor.

Baca Juga: Pelepasan Mahasiswa KKN, Rektor UNUSIA : Kabupaten Bogor Akan Bangga dengan UNUSIA

Kemampuan ini diukur dari kondisi fisik, finansial, pengetahuan, dan keluangan waktu untuk mengerjakannya.

Namun sebagaimana ibadah lainnya, hukum berhaji juga dapat berubah sesuai illat atau sebab yang melatarinya. Keluarnya fatwa dari ulama besar sekaliber Kiai Hasyim tentu saja bukan tanpa alasan kuat dan dasar pijakan yang kokoh.

Rais Akbar NU itu melihat hal yang jauh lebih penting ketimbang sekadar melaksanakan ibadah haji yang kemaslahatannya hanya untuk pribadi. Sementara, ada hal yang lebih besar manfaatnya karena bisa dirasakan oleh orang banyak, yaitu kemerdekaan negara Indonesia yang sepenuhnya.****

Editor: Usman Azis

Sumber: NU Online

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

TV NU Siarkan Pelaporan SPT Wajib Pajak

Rabu, 27 Maret 2024 | 18:48 WIB

Ramadhan, Waktu Terbaik Membaca Al Quran

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:15 WIB

Jasad Pria Misterius Gegerkan Warga Karawang

Selasa, 19 Maret 2024 | 23:50 WIB
X