Berkaitan dengan hubungan seksual jenis ini, ada baiknya kita simak keterangan dari DR Musthafa Diyeb Al-Bugha.
ومن وطئ دون الفرج عزر ولا يحد ولا يبلغ بالتعزير أدنى الحدود أي وطئ: باشر بفرجه جسد امرأة أجنبية أو أجنبي، ومثل ذلك سائر مقدمات الجماع كالقبلة ونحوها عزر: أدب بما يراه الحاكم المسلم العدل من ضرب ونفي وحبس وتوبيخ وغيره، لأنه فعل معصية لا حد فيها ولا كفارة
Artinya, “(Siapa saja berjima’ tidak melalui farji (kemaluan depan), harus ditakzir. Ia tidak dikenakan sanksi hudud. Sanksi takzirnya tidak boleh mencapai batas terendah dari sanksi hudud), siapa saja melalui farjinya melakukan kontak langsung dengan salah satu dari anggota tubuh perempuan dewasa atau tubuh pria dewasa misalnya semua praktik foreplay seperti ciuman dan lain sejenisnya, harus ditakzir.
Ia mesti digembleng oleh pemerintah dengan sanksi tertentu seperti pukulan, pembuangan/pengasingan, tahanan, kecaman, dan bentuk sanksi lain. Pasalnya, praktik seksual ini termasuk maksiat yang tidak ada hudud dan kafarahnya,” (Lihat DR Musthafa Diyeb Al-Bugha, At-Tadzhib fi Adillati Matnil Ghayati wat Taqrib, Daru Ibni Katsir, Beirut, Cetakan Keempat, Tahun 1989 M/1409 H, Halaman 208-209).
Lalu bagaimana dengan sanksi perilaku seksual seperti ini? Syekh M Syarbini Al-Khatib menyebut sejumlah sanksi bagi mereka yang melakukan seksual seperti ini.
ومن وطئ أي باشر دون الفرج بمفاخذة أو معانقة أو قبلة أو نحو ذلك عزر بما يراه الإمام من ضرب أو صفع أو حبس أو نفي. ويعمل بما يراه من الجمع بين هذه الأمور أو الاقتصار على بعضها.
Artinya, “Siapa saja yang berhubungan seksual bukan melalui farji, tetapi pemuasan seksual melalui paha, pelukan, ciuman, atau semilsanya, dikenakan takzir yang ditetapkan pemerintah seperti pukulan, tamparan, tahanan, atau pengasingan. Pemerintah berhak menjatuhkan semua sanksi itu sekaligus terhadap pelakunya. Tetapi pemerintah juga punya hak untuk menjatuhkan sebagian sanksi tersebut,” (Lihat Syekh M Syarbini Al-Khatib, Al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja‘, Darul Fikr, Beirut, Tahun 2007 M/ 1427-1428 H).
Dari pelbagai keterangan di atas, kita setidaknya menangkap bahwa masalah gay ini mesti dipulangkan pada perilaku seksual yang mereka gunakan. Sementara masalah perasaan atau kecenderungan, tidak ada sanksi untuk itu. Masalah perasaan atau orientasi seksual menjadi domain medis yang perlu dikonsultasikan dengan ahlinya. Kita percaya bahwa para ahli memiliki alternatif sendiri dalam menangani masalah orientasi seksual seperti ini. Lalu bagaimana dengan perkawinan pasangan sejenis, antarpria dalam konteks ini?
Perkawinan sejenis ini tentu tidak bisa dilegalkan karena tidak memenuhi syarat perkawinan secara syara’/agama.
Perihal sanksi takzir, kita serahkan kepada pemerintah melalui peraturan yang berlaku. Pemerintah pula yang berhak menjalankan peraturannya melalui aparat yang berwenang. Kita tidak berhak mengeksekusi para pelaku. Demikian jawaban yang bisa kami kemukakan. ****
Artikel Terkait
Pringatan Dini, BMKG Prediksi Gelombang Tinggi di beberapa Wilayah Indonesia
Hore! DPR Ketok Palu anggaran KPU tahun 2023
Ikuti Pendidikan Coast Guard Training (CGBT), CPNS Tewas, Ini Kronoginya
Bejad, 8 Anak Jadi Korban Uji Coba Pelecehan Seksual di Apartemen
Dokter: Gigi yang Tidak Rapi Ternyata Berdampak bagi Kesehatan Tubuh
Tidak Bersertifikat, Ratusan Sekolah di Kabupaten Bogor Bersetatus Bodong dan Rawan Diserobot
Waspada Saat Lalui 4 Jalur Kabupaten Bogor ini, Tingkat Laka Meningkat, SImak Faktornya
Tarif Ojol Naik, Simak Keluhan Para Ojol
Pilih Istri atau Ibu, SImak Penjelasan Ahli Tafsir Prof Muhammad Qurash Shihab
Siapakah yang Menamakan Surat-surat dalam Al-Quran, Simak Penjelasannya