Heboh! Mengunjungi Candi Borobudur Haram.

- Senin, 20 September 2021 | 21:11 WIB
Khotimi Bahri Komisi Fatwa MUI Kota Bogor  (bogortime.com)
Khotimi Bahri Komisi Fatwa MUI Kota Bogor (bogortime.com)

Bogor Times- Belakangan ini ramai di media sosial soal video ceramah berisi Haram mengunjungi Candi Borobudur.

Khotimi Bahri salah satu pejabat Komisi Fatwa MUI Kota Bogor dan Wakil Katib Suriah PCNU Kota Bogor menanggapi hal ini dengan artikel yang berjudul "Menyoal Fatwa Haram Mengunjungi Candi Borobudur. " Tulisan ini di kutip langsung oleh bogortimes.com

"Mengapa negeriku menjadi ladang haram.
Wisata Borobudur haram.
Musik haram.
Lagu naik-naik ke puncak gunung haram.
Balonku ada lima syirik.
Kue tradisional bid'ah.
Pandemi apalagi negeriku.
Wajahmu yang dulu ayu.
Kini menjadi kasar nan sayu
Dimana tepo-sliromu?
Dimana harmonimu?
Dimana bejak-bestarimu?
Ketahuilah, Kami rindu semua itu."

Baca Juga: Resep Gus Baha: Bahagia Itu Cukup Dengan Al-Qur'an


Sejarah mencatat bahwa saat Umar bin Khattab memasuki negeri Syam, kaum Nasrani menyambutnya dengan gegap gempita dan menyiapkan suguhan. Kaum Nasrani menyiapkan hidangan di dalam gereja.
Ketika dipersilhakan, Sayyidina Umar tidak berkenan, namun meminta Sayyidina Ali mewakilinya. Sayyidina Ali dan beberapa sahabatpun memenuhi jamuan ini.

Apakah masuk gereja memang dilarang (haram) dalam Islam sehingga Umar enggan memenuhi undangan jamuan?. Tapi mengapa Ali memenuhi undangan jamuan di dalam gereja?. Bukankah kedua sahabat utama ini termasuk dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Dan bukankah keduanya termasuk khulafaur rasyidin yang sunnahnya harus diikuti.

Baca Juga: Viral Adzan Musik Remix, MUI Angkat Bicara!

Para ahli dan tokoh agama menafsirkan sikap ini justru sebagai sebuah toleransi yang berdimensi jangka panjang. Artinya Umar tidak ingin dikemudian hari muncul klaim dari kaum muslimin untuk merebut dan merubah gereja menjadi masjid dengan alasan Umar pernah masuk didalamnya.

Dikalangan sahabat Rosul dan kalangan tabi'ien berkesimpulan bahwa sholat di gereja tidak mengapa yang penting memenuhi standar kebersihan dan kesucian tempat. Ini karena sucinya tempat sholat dari najis termasuk salah satu syarat sahnya sholat.

Pendapat ini dikemukakan oleh al-Hasan, Awzai'ie, Sya'bi, Umar bin Abdil Aziz dan Said bin Abdil Aziz. Kesimpulan ini berdasar riwayat Umar bin Khottob dan Abu Musa al-Asy'ari.
Sedangkan bagi Abdullah Ibnu Abbas dan Imam Malik memakruhkan sholat di gereja dengan alasan ada gambarnya.

Baca Juga: Bijaklah Dalam Menghukumi Musik (Catatan Auto Singkat Berdasar Istinbath Maqoshidi).

Sedangkan dalam pandang madzahib al-ar'baah (empat madzhab) terkait hukum memasuki gereja (dan tempat peribadatan non muslim lainnya) adalah sebagai berikut :

  1. Madzhab Hanafi : makruh hukumnya memasuki gereja, sinagong dan lain-lainnya
  2.  Madzhab Maliki : boleh hukumnya memasuki gereja, sinagong, wihara dan lain-lain. 
  3. Madzhab Hambali : boleh memasuki gereja, sinagong, wihara dan lain-lain serta makruh untuk sholat didalamnya
  4. Madzhab Syafi'ie : ada dua pandangan dalam madzhab ini. Sebagian melarang memasukinya kecuali ada izin dari mereka. Sebagian yang lain membolehkan meskipun tidak ada izin.

"Mausu'ah Fiqh Quwaityah" diuraikan dengan rinci :


‎يَرَى الْحَنَفِيَّةُ أَنَّهُ يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ دُخُول الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ، لأَِنَّهُ مَجْمَعُ الشَّيَاطِينِ، لاَ مِنْ حَيْثُ إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ حَقُّ الدُّخُول. وَذَهَبَ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ فِي رَأْيٍ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِ دُخُولُهَا إِلاَّ بِإِذْنِهِمْ، وَذَهَبَ الْبَعْضُ الآْخَرُ فِي رَأْيٍ آخَرَ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَحْرُمُ دُخُولُهَا بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ. وَذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ إِلَى أَنَّ لِلْمُسْلِمِ دُخُول بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا وَالصَّلاَةَ فِي ذَلِكَ، وَعَنْ أَحْمَدَ يُكْرَهُ إِنْ كَانَ ثَمَّ صُورَةٌ، وَقِيل مُطْلَقًا، ذَكَرَ ذَلِكَ فِي الرِّعَايَةِ، وَقَال فِي الْمُسْتَوْعِبِ: وَتَصِحُّ صَلاَةُ الْفَرْضِ فِي الْكَنَائِسِ وَالْبِيَعِ مَعَ الْكَرَاهَةِ، وَقَال ابْنُ تَمِيمٍ. لاَ بَأْسَ بِدُخُول الْبِيَعِ وَالْكَنَائِسِ الَّتِي لاَ صُوَرَ فِيهَا، وَالصَّلاَةِ فِيهَا. وَقَال ابْنُ عَقِيلٍ: يُكْرَهُ كَالَّتِي فِيهَا صُوَرٌ، وَحَكَى فِي الْكَرَاهَةِ رِوَايَتَيْنِ. وَقَال فِي الشَّرْحِ. لاَ بَأْسَ بِالصَّلاَةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ رُوِيَ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى وَحَكَاهُ عَنْ جَمَاعَةٍ، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الصَّلاَةَ فِي الْكَنَائِسِ لأَِجْل الصُّوَرِ،

 

Halaman:

Editor: Mochammad Nurhidayat

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mencegah dan Mengatasi Korupsi dalam Perspektif Islam

Senin, 4 Desember 2023 | 22:03 WIB

Tips Memilih Buah Jeruk yang Manis

Rabu, 18 Oktober 2023 | 18:59 WIB

Karisma Ulama Yang Telah Runtuh

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:27 WIB

Hati-hati! Embrio Kaum Khoarij

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:22 WIB
X