Ikut Andil Dalam Penumpasan PKI, Banyak Warga NU juga yang di Jebloskan Ke Penjara Paska G 30 S PKI

- Jumat, 1 Oktober 2021 | 06:20 WIB
Pengarahan untuk menumpas PKI di Jawa Tengah, 1965.  (Dok: Perpusnas RI)
Pengarahan untuk menumpas PKI di Jawa Tengah, 1965. (Dok: Perpusnas RI)

Bogor Times - Tahun 1965 sebagai Tahun yang memilukan, tragedi kemanusiaan yang menelan korban sangat banyak, lebih dari setengah juta mati secara mengenaskan. seperti yang di ketahui banyak publik korban semata-mata adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terafiliasi ataupun tertuduh sebagai bagian darinya. Baik yang terbunuh maupun yang terpenjara. Namun, pada realitasnya, juga banyak menimpa kelompok lain. Bahkan yang sepintas terlihat bertolak belakang.

Seperti halnya Organiasi Nahdlatul Ulama, NU salah satu organisasi di garda terdepan melawan pemberontakan Partai Komunis Indonesia, bahkan beberapa penelitian menempatkan NU menjadi aktor penting dalam tragedi tersebut.

Namun jika memeriksa fakta dan data, warga NU tidak sedikit yang turut menjadi korban politik tersebut. Banyak warga Nahdliyin malah meringkuk di balik jeruji besi atas dasar tuduhan melakukan pembunuhan ketika tejadinya pemborontakan PKI.

Dalam arsip yang dikeluarkan oleh Pelaksana Pupepelarda 083/ 0825 Dati II Banyuwangi (Istilah untuk Kodim pada masa itu) yang dikeluarkan pada 7 April 1966 dan ditandatangani oleh Koordinator I Pelaksana Pupepelarda 083/0825 Banyuwangi Kapten N.R.P. S. Soeprapto mengemukakan hal tersebut. Tidak sedikit warga dari latar belakang golongan yang juga di tahan terutama masa -masa epilog Gestapu.

Baca Juga: Berdoalah Yang Baik, Karena Junjungan Kita Nabi Muhammad Tak Pernah Mendoakan Buruk Walaupun Kemusuh.

Seperti halnya yang dialami oleh Mahali (34). Anggota NU dari Desa Sempu, Kecamatan Sempu yang harus meringkuk di penjara pada Nopember 1965 karena terlibat pembunuhan anggota PKI. Hal yang sama juga dirasakan oleh tetangganya, Miskun (40). Sesama anggota NU itu juga menyusul ke bui pada 18 Desember 1965.

Nasib sama juga menimpa Kawuk alias Seman (25). Anggota Gerakan Pemuda (GP) Ansor dari Tugung, Sempu itu, juga harus dipenjara dengan tuduhan pembunuhan anggota PKI. Senasib dengan Talkah (26) seorang anggota Ansor dari Kaliputih, Genteng. Juga Tafsir (30) dan Sjamsuri (25), anggota NU dari Sumberwadung, Glenmore.

Empat warga Karanganyar, Karangsari, Kecamatan Sempu juga mengalami hal serupa. Djamal (21), Djarim (27), Sjamsuri (28) dan Matsuma (35) yang merupakan warga Nahdlatul Ulama itu juga turut ditahan. Selain itu, tiga orang buruh di Perkebunan Trabasala, Glenmore yang berlatar belakang NU juga turut ditahan dengan kasus yang sama. Mereka adalah Mahud alias Misto (40), Dahlawi (30) dan Marwi alias Martojah (34).

Baca Juga: Tragis, Seorang Pria Meninggal Saat Live TikTok

Yang menarik adalah kasus yang dialami oleh Sumarto alias Tojib (31). Ia adalah seorang anggota NU yang berasal dari Sempu. Ia terlibat kasus pembunuhan anggota PKI dan kemudian ditahan pada 29 Nopember 1965. Meskipun saat itu, peristiwa penyerangannya tersebut bersama-sama dengan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI, TNI saat ini) kala itu. Memang, dalam beberapa kesaksian, warga yang terlibat pembunuhan anggota PKI tersebut dimobilisir oleh militer. Namun, bukan berarti terlepas dari jerat hukum.

Penahanan pada masa epilog tersebut, amat beragam tuduhannya. Tidak hanya pada kasus yang fatal seperti keterlibatan pembunuhan. Namun, juga yang lebih ringan juga turut diamankan. Seperti yang dialami Moh. Basir (30). Seorang anggota GP Ansor asal Lemahbang Dewo, Rogojampi yang dituduh rasial. Juga dialami oleh tiga orang NU asal Karangdoro, Tegalsari yang ditangkap karena menggunduli anggota Gerwani. Tiga orang NU dari Blimbingsari adapula yang ikut diringkus karena memaksa orang-orang Hindu-Bali di Patoman yang kebanyakan berafiliasi dengan PKI dipaksa bersunat.

Selain pembunuhan anggota PKI, adapula sejumlah warga Nahdlatul Ulama yang ditahan karena terlibat pembunuhan anggota militer. Setidaknya dalam arsip yang ditemukan di Museum Militer Jakarta dan didigitasi oleh Ahmad Nashih Luthfi dan kini arsip digitalnya juga tersimpan di Komunitas Pegon ada tiga kasus demikian.

Yakni pembunuhan terhadap Serka “Su”, Kopral “Dj” dan Kopral “Mu”. Ketiganya wafat dengan dibantai massa. Barisan massa tersebut, terdiri dari berbagai unsur. Tidak hanya dari NU, namun juga yang berasal dari Muhammadiyah dan PNI.

sesepuh GP Ansor Banyuwangi Haji Faisholi Harun, membenarkan adanya kemungkinan pembunuhan terhadap anggota militer, karena kala itu tidak sedikit militer yang berafiriasi dengan PKI, sehingga menjadi sasaran penyerangan.

Baca Juga: Hercules, Sang Penguasa Tanah Abang Yang Masuk Islam

“Situasinya kacau sekali. Bisa saja orang dituduh PKI dan saat itu pula di massa,” kenang mantan Jurnalis Tempo dan juga salah seorang putra Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banyuwangi kala itu.

Dengan segala kekacauan yang terjadi pada 1965-1966 tersebut, sudah sepatutnya menjadi pembelajaran maha penting bagi kita sebagai umat manusia dalam berbangsa, berpolitik dan juga beragama.

Dengan mengatasnamakan bangsa, kepentingan politik ataupun agama, janganlah kiranya sampai menumpahkan darah sesama anak bangsa. Cukup sudah leluhur kita menjadi korban.

Seperti hal nya Gus Dur dalam satu Nasehatnya mengatakan "Yang lebih penting dari politik dalah kemanusiaan".

Sudah sepatutnya kita mengedepankan kemanusiaan ketimbang hasrat politik yang menghilangkan jiwa sebagai manusia, apalagi hanya terbawa dan terprovokasi oleh elit - elit politik, demi kepentingan oligarki yang ada di lingkaran mereka.

 

Halaman:
1
2

Editor: Muhammad Syahrul Mubarok

Sumber: NU Jatim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mencegah dan Mengatasi Korupsi dalam Perspektif Islam

Senin, 4 Desember 2023 | 22:03 WIB

Tips Memilih Buah Jeruk yang Manis

Rabu, 18 Oktober 2023 | 18:59 WIB

Karisma Ulama Yang Telah Runtuh

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:27 WIB

Hati-hati! Embrio Kaum Khoarij

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:22 WIB
X