Ferdinan Hutahaean dan Tumbal Politik Identitas

- Kamis, 20 Januari 2022 | 13:18 WIB
Khotimi Bahri, Wakil Ketua Umum BKN (Barisan Ksatria Nusantara, Komisi Fatwa MUI Kota Bogor, Wakil Katib Syuriah PCNU Kota Bogor (bogortimes.com)
Khotimi Bahri, Wakil Ketua Umum BKN (Barisan Ksatria Nusantara, Komisi Fatwa MUI Kota Bogor, Wakil Katib Syuriah PCNU Kota Bogor (bogortimes.com)

Buni Yani mengatakan bahwa vidio Ahok sengaja diedit oleh pihak-pihak tertentu untuk mengkonsolidasi politik identitas, dan terbukti berhasil.

Nah, keberhasilan ini yang membuat mereka percaya diri untuk terus memainkan politik identitas dengan opini penistaan agama sebagai paradigmanya.

Banyak tangan-tangan kepentingan yang menjadi operatornya, mulai dari parpol opsisi, para bohir yang terusik privallagenya, parpol yang menjadikan agama sebagai identitasnya, ormas terlarang yang dibubarkan pemerintah.

Mereka bersinergi dalam menciptakan kekeruhan suasana dengan misi yang beragam tapi diikat oleh keinginan yang sama yaitu, keruh dan gaduh. Titik simpul ini yang mempertemukan gerakan mereka.

Oleh karena itu, gerakan mereka menjadi massif, menguasai wacana publik lewat media sosial, dan punya infrastruktur yang lengkap. Hanya saja perbedaan misi terselubung dari masing-masing kelompok menjadi celah riskannya gerakan mereka.

Kembali ke kasus Ferdinan Hutahaean , cuitannya menjadi obyek yang bisa distempel paradigma umum opini mereka yaitu; penestaan agama.

Issu ini cepat direspon dan cepat bergulir. Kekuatan infrastruktur dan seksinya isu penestaan agama menjadi bara api yang cepat menjalar kemana-mana.

Baca Juga: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Prediksi Hari ini Berpotensi Hujan

Ada yang ingin menjadikan kasus Ferdinan Hutahaean ini pelampiasan dendam karena tokoh mereka sedang dalam proses hukum. Ada yang menjadikannya alat untuk mendelegitimasin aparat hukum, dan ada yang memang ingin menciptakan kegaduhan. Tidak sedikit yang sekedar mengejar eksistensi.

Ini wajar karena menurut logika Wittgenstein karena bahasa, isu, wacana, tidak menerapkan aturan tunggal dan umum. Masing-masing pihak yang punya kepentingan bisa ambil bagian dalam kooptasi bahasa ini.

Makna sebuah bahasa tergantung penggunanya, demikian ditegaskan dalam filsafat analitik Wittgenstein ini. Verifikasi, tabayyun, diskursus tidak lagi penting bagi mereka. Sebagai pengguna bahasa yang punya otoritas makna, mereka merasa berhak menginterpretasi cuitan FH sebagai sebuah penestaan agama dan harus dihukum.

Namun, dibalik semua itu, kekuatan mereka menjadi menjadi kelemahan mereka juga. FH bisa melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata mereka.

Ketika mereka mempersoalkan Ferdinan Hutahaean karena dianggap melecehkan Tuhan mereka yang dianggapnya lemah, dan hanya Tuhan Ferdinan Hutahaean yang Maha Kuat, darisinilah perlawanan itu bisa dimulai. Mengapa? Karena Ferdinan Hutahaean terbukti seorang muallaf

Status muallaf Ferdinan Hutahaean  (yang disaksikan banyak pihak) justru semakin mempertegas ke-Maha Kuatan Tuhan mereka (Allah), karana apa yang mereka sembah adalah apa yang Ferdinan Hutahaean sembah.

Bahkan cuitan Ferdinan Hutahaean bisa menjadi sindiran, satire agar pihak-pihak yang menjadikan agama sebagai alat kepentingan mulai introspeksi, sebab takbir mereka, ayat-ayat mereka, simbol keagamaan mereka, gamis mereka, dan lain-lainnya bukan Membesarkan Allah tapi malah melecehkan-Nya.***Khotimi Bahri/Wakil Ketua Umum BKN 

Halaman:

Editor: Mochammad Nurhidayat

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mencegah dan Mengatasi Korupsi dalam Perspektif Islam

Senin, 4 Desember 2023 | 22:03 WIB

Tips Memilih Buah Jeruk yang Manis

Rabu, 18 Oktober 2023 | 18:59 WIB

Karisma Ulama Yang Telah Runtuh

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:27 WIB

Hati-hati! Embrio Kaum Khoarij

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:22 WIB
X