Jalaludin Rumi, Fihi Ma Fihi : Aku Tertawa Ketika Membunuh

- Minggu, 3 Oktober 2021 | 06:02 WIB
Ilustrasi : Aku Tertawa Ketika Membunuh (Pixabay)
Ilustrasi : Aku Tertawa Ketika Membunuh (Pixabay)

Dari sisi ini kebaikan dan keburukan bukanlah dua hal yang terpisah. Seperti perkataan seorang Majusi: “Sesungguhnya Yazdan adalah pencipta kebaikan dan Ahriman adalah pencipta keburukan dan semua hal yang dibenci".

Kemudian kita berkata untuk menyanggah ucapan itu: “Bahwa segala sesuatu yang dicintai tidak terlepas dari segala sesuatu yang dibenci. Karena yang pertama tanpa adanya yang kedua adalah mustahil adanya. Secara logika, yang dicinta ada karena hilangnya yang dibenci, dan mustahil sesuatu yang dibenci hilang tanpa didahului oleh keberadaannya. Kebahagiaan adalah hilangnya kesedihan sedang kesedihan tak akan hilang tanpa
didahului oleh keberadaannya. Demikian keduanya menjadi satu”.

Baca Juga: Dapat Salam Pedas Dari Pelatih PSM Makasar, Ezra Walian Siap Membawa kemenangan untuk Persib Bandung

Aku berkata: “Jika sesuatu tidak sirna, maka faedah makna sejatinya tidak akan tampak oleh mata. Sebagaimana sebuah ucapan yang jika rangkaian hurufnya belum sirna dari pelafalan lisan (belum
selesai diucapkan), maka pendengar tidak akan mampu mengambil faedah dari ucapan tersebut. Setiap orang yang berkata keji kepada orang yang bijak, sebenarnya ia sedang berkata baik padanya, sebab orang bijak akan menjauh dari sifat yang bisa menyebabkan datangnya celaan itu padanya. Sang bijak adalah musuh dari kesombongan, dan karenanya, siapapun yang mencela orang bijak, maka sejatinya celaan itu ditujukan bagi musuh sang bijak dan merupakan pujian baginya, karena ia akan menjauhi sifat-sifat tercela semacam itu, dan ini adalah pebuatan yang terpuji".

Segala sesuatu menjadi jelas lewat kebalikanyakebalikanya. Seorang bijak akan mengetahui jika si pencela bukanlah musuhnya, jadi ia tidak akan membalas celaan itu. Aku adalah taman hijau yang dikelilingi oleh dinding kumuh yang di atasnya ada berbagai macam kotoran dan onak. Setiap orang yang melintas tidak akan bisa melihat taman itu; mereka hanya melihat dinding yang dipenuhi dengan kotoran sampai-sampai terlontar celaan dari orang-orang itu. Lalu kenapa taman itu harus marah pada mereka? Sungguh celaan itu hanya akan membahayakan si pencela karena semestinya dia bersabar, mendobrak dinding itu terlebih dahulu agar ia bisa melihat tamannya. Dengan mencelanya, mereka justru semakin jauh dari taman itu dan membinasakan dirinya sendiri.

Rasulullah Saw. bersabda: “Aku tertawa ketika
aku membunuh.”

Maksudnya beliau tidak memiliki musuh yang menyebabkan beliau marah dalam mengeksekusi. Beliau memerangi orang kafir dengan satu cara sehingga mereka tidak memeranginya dengan seratus cara. Sungguh Rasulullah adalah pemimpin yang banyak tertawa ketika membunuh

Halaman:

Editor: Muhammad Syahrul Mubarok

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Romantisme Nabi Muhammad SAW dengan Sayyidah Khadijah

Senin, 18 Oktober 2021 | 21:41 WIB

Gus Maksum, Pendekar Pencak Silat NU Penumpasan PKI

Jumat, 1 Oktober 2021 | 18:00 WIB

Hercules, Sang Penguasa Tanah Abang Yang Masuk Islam

Kamis, 30 September 2021 | 02:02 WIB

Hercules Luluh Ditangan Gus Miftah dan Bertaubat.

Sabtu, 25 September 2021 | 06:50 WIB

Hercules Luluh Ditangan Gus Miftah dan Bertaubat.

Sabtu, 25 September 2021 | 01:15 WIB

Terpopuler

X