Deni memaparkan, jika dinas yang dia pimpin turun untuk mengangkut sampah, maka akan banyak daerah yang tidak dapat dilayani dengan baik. Itulah alasan mengapa DLH tidak mengangkut sampah yang disumbang Pasar TU.
Meskipun sampah itu bukan dinas lingkungan hidup yang mengangkut namun hal itu sambung dia,tidak akan mengurangi pendapatan.Sebab, pembuangan sampah juga dikenai retribusi pembuangan sampah jasa umum
‘‘Kita public services jadi tidak hanya orang berbayar saja yang dilayani melainkan daerah yang tidak berbayar juga harus dilayani. Nggak boleh begitu nanti masyarakat jadi nuntut,’’kata Deni yang juga didampingi Kabid Persampahan Dimas Tiko.
Lebih lanjut Wismanto menjelaskan, sampah yang diangkut menggunakan truk tidak juga selalu diantar setiap hari. Terkadang ke esokan harinya sampah itu baru diantar. Deni pun mengapresiasi PT Galvindo Ampuh yang mau membuang sampah itu ketimang dinas yang dipimpinnya.
Ketika wartawan media ini menanyakan, besaran jumlah selisih angka yang didapatkan, jika seandainya DLH lah yang mengangkut sampah itu ke TPA Galuga.Untuk hal ini Deni lagi-lagi mengaku belum mengetetahui perolehan angkanya. Begitu juga ketika dia ditanya perihal kenaikan retribusi kurun waktu dari 2001 hingga 2020 kadis juga mengaku tidak tahu.
Sekedar untuk diketahui retribusi jasa umum ini diatur dalam Perda No 4 Tahun 2012. Sesuai perda itu, untuk tarif buang sendiri ke TPA dengan volume 0-3 meter kubik (M3) adalah Rp 17.500. Sedangkan jika lebih dari itu, maka dikenakan tarif progresif sebesar 30 persen.
Hingga berita ini diturunkan, Bogor Times sudah mencoba untuk menghubungi perwakilan PT Galvindo Ampuh. Namun saat wartawan meminta agar konfirmasi ini ditulis, perwakilan perusahaan itu tidak bersedia.