Hari Aksara Internasional Masih Urusan Buta Huruf Hingga Hoaks dan Konten Negatif

- Rabu, 8 September 2021 | 08:03 WIB
Pengecekan telinga para calon penerima alat bantu pendengaran (Rosyka)
Pengecekan telinga para calon penerima alat bantu pendengaran (Rosyka)

Bogor Times- Di negara kita masih terdapat para disabilitas yang belum dapat membaca. Minimnya fasilitas bacaan yang menunjang kondisi fisik mereka menjadi salah satu faktor. Belum lagi penanganan dari pemerintah terbatas dari bantuan alat penunjang Indra mereka yang butuh waktu belasan tahun untuk mengaksesnya.

Salah satunya dirasakan oleh Nuraida(19) Warga Desa Cogreg, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Nuraida lahir dengan kondisi tidak mendengar dan tidak dapat berbicara.

Karena keterbatasan Indranya, Nuraida harus kehilangan kesempatan belajar dasar (SD) dan sekolah menengah pendidikan (SMP). Belasan tahun, keluarga Nuraida yang tergolong keluarga dengan ekonomi rendah berinisiatif meminta alat pendengaran ke Dinsos Kabupaten Bogor.

Baca Juga: Hari Aksara Internasional, Refleksi Mempertahankan Tradisi Literasi dan Membaca

Hingga beberapa kali mendapatkan alat bantuan pendengaran, keluarga hanya memperoleh jawaban untuk menunggu dari pihak Dinsos Kabupaten Bogor.

Seorang Disabilitas katagori Tunarungu Wicara ini sejak 5 tahun sudah mengajukan bantuan ke Dinas Sosial Kabupaten bogor namun hingga saat ini belum juga memperoleh alat pendengaran.

"Sampai sekarang belum ada. Kata orang dinas nanti dikabarkan jika alat turun," kata Aja.

Baca Juga: Twibbon Ekspresikan Kepedulian Pada Hari Aksara Internasional, Cocok Dipasang Saat Ini

Meskipun demikian, ia mengaku senang karena adiknya telah melalui pengecekan pemeriksaan yang digelar oleh dinsos Kabupaten Bogor beberapa minggu lalu.
"Alhamdulilla telinga adik saya sudah dicek. Dan dia senang sekali bisa mendengarsuara saat dicek oleh dokter," lata Aja semeringah.

Tanggal 8 September diperingati sebagai Hari Aksara Internasional. Selain masalah buta aksara, literasi yang masih harus menjadi PR pemerintah, Hari Aksara di negeri ini juga benar-benar ditantang secara terbuka oleh hoaks.

Maka hari aksara, tidak hanya sebatas urusan buta huruf atau kegemaran membaca. Hari askara bukan hanya urusan baca-tulis. Tapi lebih dari itu, hari aksara harus mampu membendung bertebarannya hoax dan konten-konten negatif di media sosial. Karena maraknya hoaks jadi bukti adanya krisis literasi di Indonesia.

Baca Juga: Tanda Pria Beruntung, Punya Istri Cerewet

Sejatinya, hari aksara internasional tidak dapat dipisahkan dari gerakan literasi. Di tengah gempuran media sosial dan digitalisasi, hari aksara harus mampu memformulasikan ikhtiar membangun masyarakat yang literat. Masayarakat yang tidak terjebak dengan berita-beriat bohong alias hoaks. Masyarakat yang tidak mudah percaya pada berita yang tidak jelas sumbernya.

Bahkan pesannya bersifat merusak persatuan. Hari aksara dan gerakan literasi harus mampu mengajarkan masyarakat untuk memilah dan memilih informasi. Agar terhindar dari hoax, terhindar dari fitnah dan konten negatif yang tidak produktif.

Sederhana saja. Skenario-nya adalah hari aksara dan gerakan literasi diharapkan mampu menjadikan masyarakat lebih memahami realitas. Realitas perbedaan, realitas bangsa di masa pandemi Covid-19. Salah satunya dengan membaca berita yang kredibel. Dengan begitu, pengetahuan dan wawasan jadi meningkat.

Baca Juga: Gelar Refleksi 17 Tahun Kematian Munir, PMII Kota Bogor : Permerintah Harus Serius Ungkap Dalang Pembunuhan

Sehingga kesadaran terhadap realiatas dan keterampilan komunikasi pun jadi lebih baik. Ujungnya, mampu memilah dan memilih informasi. Di samping tidak gampang menyebar hoaks. Itulah masyarakat yang literat.

 Maka di momen Hari Aksara Internasional, masalah gerakan literasi tidak dapat dilihat sepele. Harus ada aksi nyata untuk membangun gerakan literasi di masyarakat. Baik melalui taman bacaan atau komunitas literasi di berbagai daerah. Karena itu, gerakan literasi di Indonesia seharusnya fokus untuk meningkatkan aktivitas pribadi dan sosial setiap anggota masyarakat khususnya berbasisi 4C, yaitu:


1. Berpikir kritis atau selalu berani berpikir kritis
2. Kreativitas atau memberi ruang kreativitas
3. Kolaborasi atau menawarkan dalam segala bidang
4. Komunikasi atau keterampilan komunikasi yang memadai.

Baca Juga: Cara Jitu Hadapi Suami Pelit, Tinjauan Hadis Nabi Muhammad SAW dan Tekhnik, Para Istri Wajib Tau
Memang tidak mudah membangun masyarakat yang literat. Tidak gampang memengertikan masyarakat terhadap realitas kehidupan. Masyarakat yang sadar untuk memahami keadaan. Karena itu, dibutuhkan ikhtiar bersama untuk mewujudkan masyarakat yang “melek aksara” secara paripurna. Bukan masyarakat yang hanya gandrung teknologi digital. Tapi gagal menggunakannya dengan baik dan benar. Sehingga hoaks begitu mudahnya merebak ke seantero nusantara. Masyarakat literat harusnya tidak fokus pada masalah. Tapi bertumpu pada solusi dari setiap masalah.

Halaman:
1
2

Editor: Ahmad Fauzi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB
X