Kisah Ulama Empat Mazhab yang Diminta Pertanggungjawaban

- Rabu, 12 Juli 2023 | 22:06 WIB
Kitab Ianatutholibin  Sarh Kitab Fathul Muin. (Rosyka/Bogor Times)
Kitab Ianatutholibin Sarh Kitab Fathul Muin. (Rosyka/Bogor Times)

Bogor Times-Tidak bisa dipungkiri kehadiran para imam mujtahid (ulama yang memiliki kredibelitas untuk berfatwa), mampu memberikan corak yang berbeda dalam beragama Islam. Beberapa pendapat berbeda antara mereka yang sejatinya merupakan sunnatullah (ketetapan Allah) bisa memberikan jalan yang yang lebih gampang dalam beragama, sehingga orang-orang bisa menjalankan syariat Islam dengan leluasa.

Para imam mujtahid dalam Islam seben​​​​​​​arnya tidak hanya terdiri dari empat mazhab sebagaimana yang masyhur di Indonesia, namun sangat banyak dan tidak terhitung jumlahnya. Seperti mazhab Al-Laitsi, yang dinisbatkan kepada Imam Al-Laits bin Sa’d, mazhab Al-Auza’Ii yang dinisbatkan kepada Imam Abu Amr Al-Auza’i; mazhab Ad-Dzahiri yang dinisbatkan kepada tokohnya yaitu Imam Abu Dawud Ad-Dzahiri.

Hanya saja, dari sekian banyak mazhab, yang bertahan dan tersebar dalam dunia Islam hanyalah empat mazhab yang sudah sangat populer, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hanbali. Mazhab-mazhab lainnya sebagian besar telah hilang karena tidak adanya ulama yang meneruskan dan melanjutkan pemikiran-pemikiran dan pendapat dari mazhab tersebut.

Baca Juga: Cerita Rosulullah: Kisah Monyet Pembenci Uang Haram

Keberadaan empat mazhab di atas dengan segala pendapatnya yang berbeda-beda dalam Islam, tentu akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah swt kelak di hari kiamat atas hukum-hukum yang mereka sampaikan dan mereka catat dalam masing-masing mazhabnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)

 

Artinya, “(Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS Qaf: 17-18).

Dalam ayat yang lain juga disebutkan:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

Artinya, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS Al-Isra’: 36).

Dua ayat di atas menegaskan kepada kita semua bahwa semua perbuatan, tindakan, dan ucapan manusia akan diminta pertangungjawaban oleh Allah swt kelak di hari kiamat. Nah, dalam kesempatan ini penulis akan menjelaskan kisah ketika para ulama imam mazhab disidang oleh Allah untuk diminta pertanggungjawaban atas pendapat-pendapat dalam mazhabnya.

 


Ketika Imam Mazhab Diminta Pertanggungjawaban
Dalam Kitab Al-Ghusnul Mutsmir At-Thari—kitab kodifikasi dari nasihat-nasihat, kalam hikmah, hukum-hukum fiqih dan lainnya, yang diambil dari Habib Salim bin Abdullah bin Umar As-Syatiri—, Habib Salim As-Syatiri mengutip perkataan Imam As-Syarji, suatu saat ia bermimpi kiamat telah datang. Semua manusia dikumpulkan di mahsyar. Kemudian terdengar suatu pangilan yang tertuju kepada Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam As-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Panggilan itu tidak lain selain untuk meminta pertanggungjawaban atas perbedaan pendapat yang mereka sampaikan di dunia:

اَلْاِمَامُ الشَّرْجِي رَأَى فِي الْمَنَامِ أَنَّ الْقِيَامَةَ قَامَتْ وَاجْتَمَعَ النَّاسُ، وَنَادَى الْمُنَادِى لِيَقُمْ الشَّافِعِي وَمَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَأَبُوْ حَنِيْفَةَ، فَقَامُوْا، فَلَمَّا قَامُوْا خَاطَبَهُمُ اللهُ وَقَالَ لَهُمْ: أَنَا أنزَلْتُ دِيْنًا وَاحِدًا، فَجَعَلْتُمُوْهُ أَرْبَعَةَ أَدْيَانٍ، فَكَيْفَ هَذَا؟

Halaman:

Editor: Usman Azis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Terpopuler

X