Tengok Museum Galeri Bahari Banuraja Bandung Barat

- Selasa, 18 Januari 2022 | 18:10 WIB
Pengunung Memandang Ornamen Kapal Raksasa. (Pikiran Rakyat/Bambang Aifianto)
Pengunung Memandang Ornamen Kapal Raksasa. (Pikiran Rakyat/Bambang Aifianto)

Bogor Times-Saat tiba dilokasi. Terlihat pemandu memandangi kapal Jung yang dipamerkan di Museum Galeri Bahari Banuraja di Banuraja, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (14/1/2022). - Menyandang predikat sebagai bangsa maritim, sejarah bahari negeri ini teramat kaya. Untuk mengenal kekayaan itu, warga Bandung tak perlu jauh-jauh mengunjungi Museum Bahari atau Museum Maritim di Jakarta.

Berjarak seperlemparan batu dari Padalarang, khazanah bahari Nusantara hingga berbagai pernik-pernik kehidupan pelaut bisa dilihat di Museum Galeri Bahari Banuraja (Mugaba) di Banuraja, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat.

Bangunan tersebut betul-betul sudah sangat menggambarkan identitasnya sebagai museum bahari. Ya, bentuk bangunan museum itu berupa kapal perang yang tergeletak di daratan.
Baca Juga: Sudah 3 Bulan Korban Bencana Alam di GunungSindur Tak Kunjung Mendapat Bantuan Dari Pemda Bogor
Pikiran Rakyat menyambangi museum itu pada Jumat 14 Januari 2022. Museum tersebut terdiri dari tiga lantai atau dek.

Saat baru masuk dek satu, sebuah perahu layar kuno sudah mengadang langkah. Perahu yang dikenal sebagai kapal Jung/Jong tersebut merupakan andalan para pelaut Nusantara tempo dulu saat berlayar di samudera.
Baca Juga: Rumah di Cihaurgeulis Kota Bandung Terbakar, Petugas Diskar Sigap Padamkan Api
Perahu kuno berbahan kayu itu juga menggunakan bilik bambu pada dinding tempat bernaung awak kapal. Di depan perahu terpampang keterangan hikayat kapal Jung kala Kerajaan Sunda  masih eksis.

"Pada masa Kerajaan Sunda berpusat di Pakuan Pajajaran, terdapat beberapa kapal Jung yang difungsikan untuk kebutuhan niaga dan kapal perang, karena Kerajaan Sunda juga memiliki enam bandar (pelabuhan) yang ramai dan terkenal"

Selain Jung, miniatur kapal tradisional seperti Pinisi, Padewakang, Jukung, Leti-leti serta kapal kuno Majapahit hingga Borobudur juga terpajang di sana.

Baca Juga: Penting Diketahui, Beberapa Hukum Berpuasa

Tak hanya itu, miniatur kapal perang macam KRI Tongkol-813, KRI Sutedi Senaputra-378, KRI Sidat-851 dan Kapal Angkatan Laut (KAL) Wayag 1-14-10 dapat pengunjung saksikan lengkap dengan keterangan teknis panjang, lebar, bobot, kecepatan, jumlah awak, mesin, serta jenis persenjataanya. Dunia para pelaut dengan beragam perlengkapannya tak lupa ditampilkan mulai dari peluit, kompas, penggaris jajar, sextan, lampu ronda ting dan navigasi.

Yang menarik, dek satu juga tak melulu menampikan sejarah dan beragam perlengkapan maritim. Museum tersebut juga menyajikan ruang pamer khusus yang menyajikan berbagai peralatan-peralatan dari tradisi Sunda seperti wayang golek, kecapi, topeng, kujang.

Tradisi Sunda rupanya menjadi unsur yang melekat pada budaya bahari yang dipamerkan Mugaba. Hal tersebut terlihat dari ditampilkannya kapal Jung yang digunakan di masa Kerajaan Sunda serta perkakas dan alat musik seperti kujang dan kecapi di ruang pamer khusus tersebut.
Baca Juga: Walikota Bogor Bima Arya Dilaporkan ke Polisi Kuasa Hukum Yakin Walikota Dijerat Pidana
Bergeser ke dek dua atau lantai kedua, terletak sebuah perpustakaan. Buku-buku tentang kelautan bisa ditemukan di sini. Walau demikian, perpustakaan itu juga memiliki koleksi buku-buku di luar dunia kemaritiman seperti biografi tokoh, novel, hingga pelajaran anak sekolah.

Pikiran Rakyat sebenarnya ingin menjajal dek tiga yang berisi mesin simulator kapal. Dengan simulator, pengunjung bisa merasakan sensasi mengemudikan kapal dan mencoba beragam cuaca dan waktu kala berlayar. Ternyata, ruang simulator dibuka pada Sabtu dan Minggu dan penggunaanya harus seizin pemandu.

Kehadiran Mugaba tak lepas dari pendirinya, Laksamana TNI Ade Supandi, SE, MAP. Kepala Staf Angkatan Laut 2014-2018 memang pituin Pangauban yang lahir pada 26 Mei 1960.

Museum tersebut juga menampilkan perjalanan hidup dan karir Kasal kedua dari tanah Pasundan tersebut. Selepas dilantik sebagai Kasal ke-25 pada 31 Desember 2014, Ade tercatat sebagai Kasal kedua dari tanah Pasundan setelah Laksamana RE Martadinata (1959-1966). ‎

Panji Jaya Miharja, pemandu Mugaba mengungkapkan, gagasan pendirian museum muncul setelah Ade melihat kebiasaan admiral atau Kasal-Kasal di luar negeri yang membangun museum setelah purna tugas.

Tak hanya itu, lanjut Panji, Ade ingin mengangkat harkat derajat masyarakat di kampung kelahirannya dengan mendirikan museum edukasi bahari itu.

"Untuk sarana edukasi pariwisata, untuk masyarakat di Banuraja," ucap Panji.

Sejumlah barang museum juga merupakan koleksi Ade. Panji mencontohkan, beberapa kapal perang diperoleh Ade setelah memimpin atau menjadi komandan kapal tersebut. Namun ada juga beberapa barang yang dibuat atau sengaja dibeli untuk ditampilkan di museum.


Jumlah pengunjung terbilang banyak selepas diresmikan pada 1 September 2019. Namun akibat pandemi Covid-19, museum sempat ditutup dan kembali buka pada awal 2021. Panji menuturkan, jumlah rata-rata pengunjung pada hari biasa atau Senin-Jumat bisa mencapai 20-50 orang.

Sedangkan pada Sabtu-Minggu mencapai 100-350 orang.

"Rata-rata (pengunjung) dari Bandung, Batujajar, Pangauban," ucapnya.

Walau begitu, terkadang ada pula pengunjung dari Bekasi, Jakarta, Surabaya. Pengunjung pun tak dipungut tiket masuk alias gratis. Pengunjung hanya perlu membayar ongkos parkir saja.

Ade tak bisa ditemui Pikiran Rakyat saat berkunjung ke museum lantaran tengah di Jakarta. Namun, Ade sempat memberikan pernyataan terkait pendirian museum dalam tulisan yang terpampang di area pintu masuk museum.

"Museum Galeri Bahari (Mugaba) Banuraja sengaja dibangun di tanah leluhur, karena saya sebagai putra daerah ingin mengangkat harkat derajat daerah di sini dengan menjadikannya sebagai sebuah destinasi edukasi dan pariwisata yang dapat memberikan nilai manfaat bagi kebangkitan ekonomi kreatif berbasis rakyat dan UKM-UKM dengan segala ciri khasnya serta dapat mendorong tumbuhnya kembali kesenian dan budaya lokal," kata Ade.

Mengenai posisi museum yang membelakangi genangan Waduk PLTA Saguling dan menghadap jalan raya, ia juga punya alasannya.

"Filosofi sederhananya adalah bahwa saya adalah seorang putera daerah di situ yang mengabdi di laut, dan saya sudah selesai maka kapalnya saya bawa lagi untuk melanjutkan pengabdian berikutnya," ujarnya.***

Editor: Usman Azis

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB
X