Lebih Dekat Mengenal Liberalisme: Dari Sejarah yang salah Hinga Jalan yang Salah

- Jumat, 28 Juli 2023 | 15:33 WIB
Ilustrasi Buku besar Imam Al Ghazali (Pixabay.com)
Ilustrasi Buku besar Imam Al Ghazali (Pixabay.com)

Ideologi

Pada dasarnya, Liberalisme menginginkan suatu tatanan masyarakat yang bebas yang setiap individunya mempunyai kebebasan berpikir. Pemerintah dan agama merupakan musuh besar Liberalisme. Karenanya, jika di suatu tananan masyarakat ada Liberalisme, bisa dipastikan jika di sana tidak ada otoritas politik dan agama.

John Locke, angkatan golongan Liberal abad ke-18 secara khusus menahbiskan Kaum Liberal sebagai manusia yang secara alamiah berada dalam suatu negara dengan kebebasan sempurna dan memberi cap legal atas segala tindakannya. Karena Kaum Liberal lebih cocok jika tidak tergantung dengan kehendak orang lain.

Karenanya, Kaum Liberal menginginkan kebebasan dengan sepenuhnya dalam segala aspek kehidupan. Mereka tidak ingin dikekang oleh suatu otoritas apapun baik formal maupun informal. Ide-ide Kaum Liberal yang pada mulanya menjangkiti ranah politik kini mulai menular ke dalam ranah ideologi. Kristen sebagai agama mayoritas Barat menjadi target utama kelompok ini.

Sebelumnya, mereka merasa terpasung dengan kebijakan-kebijakan raja yang istanasentris yang bersifat politis hingga kemudian memaksa pihak raja mengurangi kuasanya sebagaimana peraturan yang memaksa Raja John dari Inggris yang dibatasi otoritasnya pada tahun 1215. Gelombang revolusi juga melanda Raja James II yang masyhur dengan The Glorious Revolution of 1688. Keduanya adalah raja yang sebagian haknya dibatasi atau bisa dikatakan dihapus oleh rakyatnya sendiri.

Barangkali motivasi utama kaum ini adalah doktrin John Locke yang mengatakan bahwa setiap manusia lahir dengan hak-hak dasar yang tidak boleh dirampas seperti hak untuk hidup, hak memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara. “Pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi,” tukas Locke dalam bukunya, Two Treatises of Government.

Maka, apa yang dinamakan Liberalisme ini telah menimbulkan kekacauan intelektual sejak awal kelahirannya pada abad ke-17, berkembang di abad ke-18, dan menjadi buah matang di abad ke-19, mulai dikonsumsi di abad ke-20. Dalam proses tersebut, hak-hak Tuhan sedikit demi sedikit mulai dihapus, agama mulai dihilangkan dari ruang publik, masyarakatnya dicetak menjadi karakter yang individualistis.

Alhasil, beberapa ciri dari ideologi Liberalisme adalah mereka kaum yang anti otoritas, tidak ingin ada campur tangan agama, baik dalam ranah publik maupun intelektual, memisahkan doktrin Kristen dan etika Kristen, atau bahkan tidak percaya kepada doktrin Kristen itu sendiri. Akibatnya konsep Tuhan dipersoalkan, doktrin atau dogma agama harus diesesuaikan dengan zaman, berusaha dengan keras memisahakan agama dengan politik yang berakhir dengan Ateis, wabah baru yang semakin tak terbendung.

Seiring berjalannya waktu, ide-ide Liberalisme di Barat mulai mengalir mencari muara. Kristen, sebagai agama eskperimen ide tersebut dianggap berhasil. Ajarannya dibongkar, doktrinnya dirusak, akar imannya tercerabut. Wabah Liberalisme kini mulai menemukan muara baru, dimulai di daerah-daerah sekitar Eropa, dan mengalir jauh ke Timur, termasuk Islam.

Cc Isom Rusydi

Halaman:

Editor: Rajab Ahirullah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Mencegah dan Mengatasi Korupsi dalam Perspektif Islam

Senin, 4 Desember 2023 | 22:03 WIB

Tips Memilih Buah Jeruk yang Manis

Rabu, 18 Oktober 2023 | 18:59 WIB

Karisma Ulama Yang Telah Runtuh

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:27 WIB

Hati-hati! Embrio Kaum Khoarij

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:22 WIB

Terpopuler

X