• Kamis, 14 November 2024

Inilah Hadis Tentang Ampunan Dosa di Ramadhan

- Rabu, 3 April 2024 | 06:00 WIB
Tips Menjalankan Puasa Ramadhan yang Sehat, Salah Satunya Tidak Melewatkan Makan Sahur (Bogor Times)
Tips Menjalankan Puasa Ramadhan yang Sehat, Salah Satunya Tidak Melewatkan Makan Sahur (Bogor Times)

Bogor Times-Sebagai bulan yang luar biasa, Ramadhan penuh keutamaan. Di antaranya adalah ampunan dosa sepanjang Ramadhan bagi orang yang shalat malam dan berpuasa selama Ramadhan. Salah satu hadits yang menjelaskan keutamaan bulan Ramadhan adalah:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya, “Barangsiapa yang ibadah malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Al-Bukhari). Baca Juga Kisah Nabi Yusuf dan Keutamaan Ramadhan Dalam riwayat lain disebutkan:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Al-Bukhari).

Hadits pertama menjelaskan ampunan dosa bagi orang yang menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah, dzikir dan shalat malam termasuk shalat Tarawih pada bulan Ramadhan. Ampunan dosa diperoleh jika seluruh ibadah dilakukan dengan “imanan”, yakni rasa yakin dan membenarkan, serta “ihtisaban”, yakni mengharapkan pahala dari Allah swt.

Pada hadits ini, kata “imanan” diartikan dengan meyakini kebenaran dan keutamaan menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah. Imam As-Suyuthi dalam Syarhu Muslim mengatakan, kata “imanan” dalam hadits tersebut memiliki arti meyakini kebenaran dan keutamaannya. Sedangkan Al-Munawi dalam Faidhul Qadir mengatakan, artinya adalah meyakini adanya janji pahala dari Allah swt.

Sedangkan hadits kedua menjelaskan ampunan dosa bagi orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan “imanan” dan “ihtisaban”. Pada hadits ini As-Suyuthi mengatakan, kata “imanan” diartikan dengan meyakini kewajiban puasa Ramadhan, meyakininya sebagai salah satu rukun Islam, dan meyakini janji pahala dari Allah swt.

Jadi, orang yang melakukan puasa dan shalat malam pada bulan Ramadhan harus merasa yakin dan tidak ragu bahwa puasa merupakan kewajiban Islam, shalat malam merupakan anjuran Islam, dan keduanya telah dijanjikan pahala oleh Allah swt.

Sedangkan kata “ihtisaban” pada dua hadits di atas diartikan dengan beberapa makna, di antaranya: Melakukan puasa dengan senang dan berharap mendapat pahala dari Allah swt, tidak merasa berat melakukan puasa, dan tidak merasa jenuh karena hari-hari puasa terlalu lama, sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani:

v“Al-Khattabi berkata: "kata “ihtisaban” artinya dengan keteguhan hati, yaitu puasa dengan makna menginginkan pahala, dengan hati yang baik, tidak merasa berat untuk puasa dan tidak merasa terlalu panjang hari-harinya".” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2017] juz V, Halaman 101).

Melakukan ibadah dengan ikhlas hanya karena Allah, tidak karena riya’ dan ingin dilihat baik di hadapan orang lain. As-Suyuthi dalam Ad-Dibaj mengatakan: "Yang dikehendaki dari "ihtisaban" adalah mencari pahala dari Allah saja, tidak melihat manusia atau apapun hal lain yang bertentangan dengan keikhlasan.” (Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Ad-Dibaj 'ala Sahihi Muslim bin Al-Hajjaj [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2016], juz II, halaman 173).

Pemaknaan yang sama juga disampaikan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi karya Muhammad Abdurrahman, sebagai berikut:

وَاحْتِسَابًا أَيْ طَلَبًا لِلثَّوَابِ مِنْهُ تَعَالَى أَوْ إِخْلَاصًا أَيْ بَاعِثُهُ عَلَى الصَّوْمِ مَا ذُكِرَ لَا الْخَوْفُ مِنَ النَّاسِ وَلَا الْاِسْتِحْيَاءُ مِنْهُمْ وَلَا قَصْدُ السُّمْعَةِ وَالرِّيَاءِ عَنْهُمْ

Artinya, “(Dan karena mengharapkan pahala), maksudnya mencari pahala dari Allah swt, atau karena ikhlas, yaitu motivasinya berpuasa adalah ikhlas karena Allah, bukan karena takut kepada manusia, atau merasa malu, juga tidak karena ingin didengar baik oleh orang lain dan tidak pamer.” (Muhammad Abdurrahman, Tuhfatul Ahwadzi Bisyarhi Jami’it Tirmidzi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz IV, halaman 244).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Usman Azis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Penjelasan Ilmu Fiqih, Tinggalkan Sholat Karena Tidur

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:14 WIB

Mengenal Makna Udzur Sholat Dalam Ilmu Fiqih

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:06 WIB

Hukum Nikahi Sepupu

Minggu, 6 Oktober 2024 | 07:28 WIB

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB
X