Penimbun Minyak Goreng sama dengan Ihtikaar Perspektif Kitab Ihya Ulumuddin

- Sabtu, 19 Maret 2022 | 08:20 WIB
Penimbun minyak goreng sama dengan Dzolim. (Boks/Pixabay)
Penimbun minyak goreng sama dengan Dzolim. (Boks/Pixabay)

Bogor Times-   Menimbun kebutuhan pokok dengan maksud agar mendapat laba besar, padahal sangat dibutuhkan masyarakat hingga mengakibatkan kelangkaan barang dan harga meroket tinggi, termasuk tindakan buruk dan tercela (zalim). Dalam istilah muamalah perbuatan begitu disebut "ihtikaar".   

Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa permintaan suatu barang tertentu di pasar akan membuat harga semakin mahal dari harga semestinya. Ketika masyarakat harga sebuah komoditas, terutama kebutuhan pokok, melambung dari normalnya sudah pasti hal itu akan memberatkan (konsumen).   

Atas dasar memberatkan masyarakat secara umum ini, maka banyak hadits Nabi maupun pernyataan ulama yang mengecam tindakan menimbun barang dalam kondisi demikian.

Baca Juga: Polisi dan Menag Sinergis Berhangus Mavia Minyak Goreng

Oleh karena itu tak heran bagi para pedagang yang komitmen keagamaannya kuat akan berusaha menghindari perilaku ini, di antaranya seperti kisah pedagang yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin jilid II di bawah ini.  

Bersumber dari beberapa terlebih dahulu (salaf) diberitahukan, di sebuah daerah bernama "Washith" yang dalam menjalankan bisnisnya seseorang berpedoman pada ketentuan agama. Waktu itu saudagar di tengah menyiapkan barang dagangannya berupa gandum dalam sebuah kapal. Gandum satu kapal itu akan dikirimkan ke Kota Bashrah. Ia lalu mengirim surat kepada wakilnya yang diserahi tugas pengiriman ini.  

"Juallah bahan makanan ini pada hari di mana barang tersebut sampai di tujuan. Dan jangan ditunda hingga hari besok-besoknya," demikian isi surat itu. Tapi waktu tibanya kapal pengangkut gandum tersebut, kebetulan harga gandum di Bashrah sedang turun. disarankan pada wakil dari saudagar ini agar barang dagangan ditahan terlebih dahulu sampai beberapa hari kedepan agar mendapat untung besar.  

Baca Juga: Kesal Antri Lama, Warga Kabupaten Bogor Pinta Pak Jokowi Jual Minyak Goreng

"Apabila anda menahan sampai Jumat, maka akan mendapat keuntungan dari penjualan makanan ini beberapa kali lipat," begitu bujuk para pedagang lain. Wakil itu akhirnya menerima saran itu dan menunda penjualan bahan makananya yang sebenarnya telah.

Dan ternyata memang benar, dari hasil penjualannya ia meraup laba lebih besar. Peristiwa keuntungan yang berlipat ganda tersebut oleh si wakil ini lalu diberitahukan kepada saudagar pemilik gandum yang diwakilinya.

Tapi ternyata si saudagar tidak bergembira dengan berita itu. Kemudian mengirim surat balasan kepada si wakilnya itu.  

Baca Juga: Kebakaran Kilang Minyak Pertamina Cilacap, BMKG : Ini Penyebabnya

"Sesungguhnya saya sudah merasa cukup dengan laba yang sedikit tapi agamaku terpelihara. Kamu telah berbuat dengan menunda penjualan. Saya tidak senang dengan untung berlipat namun menanggalkan pranata agama.

Oleh karena itu, begitu surat ini sampai Anda maka ambillah semua keuntungan itu dan sedekahkan harta itu kepada orang-orang fakir di Kota Bashrah. Mudah-mudahan hal demikian dapat menyelamatkan saya dari dosa menimbun barang kebutuhan pokok,” tulis si saudagar pemilik dagangan. (M. Haromain) Disarikan dari kitab "Ihya Ulumuddin" Jilid II karya Imam Al-Ghazali.   

Editor: Ahmad Fauzi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB
X