Karisma Ulama Yang Telah Runtuh

- Jumat, 28 Juli 2023 | 15:27 WIB
prioritas mencari ilmu menurut Ibnu Al Jauzi (Pixabay)
prioritas mencari ilmu menurut Ibnu Al Jauzi (Pixabay)

“Semua umat (selain umat Islam), para pemuka agama mereka adalah orang-orang yang paling buruk di antara mereka, kecuali umat Islam. Para ulamanya adalah orang-orang terbaik di antara mereka.”

Para ahbâr (pemuka agama Yahudi) dan para ruhbân (pemuka agama Nasrani) adalah figur yang paling dicela di dalam al-Quran, karena mereka telah menyesatkan umat dan menyelewengkan ajaran agama demi kepentingankepentingan pragmatis. Nah, penyakit para pendeta tersebut sangat mungkin akan menular kepada para pemuka agama Islam ketika orang-orang yang tidak berkualitas ulama terlanjur diulamakan oleh opini publik. Bisa karena faktor popularitas, keturunan, kedudukan dan semacamnya.

Jika para ‘ulama gadungan’ tersebut tidak berilmu, maka mereka berpotensi besar menyesatkan umat dengan sebab kebodohannya. Mereka membuat ucapan-ucapan nyeleneh dan menyimpang, lalu dianggap sebagai kebenaran oleh para pengikutnya. Kalaupun misalnya mereka memiliki keahlian dalam hal ilmu agama, maka mereka berpotensi besar mendistorsi ajaran agama, ‘memperkosa dalil’ dan membuat penafsiran-penafsiran salah, karena dorongan nafsu, fanatisme golongan dan kepentingan-kepentingan sesaat belaka.

Dan, yang tak kalah mengkhawatirkan adalah fakta bahwa konsepsi pikiran masyarakat kita telah banyak dipengaruhi oleh sajian media. Akibatnya, sumber asumsi mereka tentang ulama lebih sering diisi oleh kanal-kanal media dengan segala atributnya. Masyarakat kita sering menyaksikan tokoh-tokoh yang diulamakan oleh media, oleh ormas, oleh publik, atau bahkan oleh partai politik, padahal mereka masih jauh panggang dari api, baik dari segi keilmuan, integritas, maupun spiritualitasnya.

Kenyataan tersebut berpotensi besar menyebabkan jatuhnya wibawa ulama, sebab orang-orang yang sering diberitakan dan ditampilkan dengan gelar kiai, buya, tuan guru dan ustadz adalah figur yang belum memenuhi ‘kualifikasi’ ulama. Sementara itu, para ulama yang betul-betul layak dijadikan panutan lebih banyak tersembunyi di sudut-sudut desa dan bilik-bilik pesantren yang jauh dari hiruk pikuk pragmatisme. Mereka sangat jauh dari kanal-kanal liputan.

Meskipun tentu saja masih ada ulama-ulama istikamah yang akrab dengan media dan berita, namun jumlah dan intensitas mereka di media tidaklah seberapa.

Gara-gara ulah oknum-oknum tersebut, tidak sedikit masyarakat yang cenderung melakukan generalisasi. Sehingga, ketika para ulama yang istikamah menyuarakan kebenaran, maka masyarakat kita menanggapinya dengan nada sinis, nyinyir dan penuh rasa curiga. Apalagi dengan dahsyat perkembangan teknologi informasi, tradisi nyinyir itu telah memiliki wadah yang canggih melalui media-media sosial. Gara-gara setitik nila, rusaklah susu sebelanga.

Syekh Ali Ash-Shallabi ketika menuliskan sejarah Khawarij di masa pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Thalib, menyatakan bahwa salah satu watak Khawarij yang berkembang luas di masa modern adalah kegemaran masyarakat mencela para ulama yang istikamah. Penyebab utamanya adalah karena pemahaman mereka yang dangkal, mengikuti kepentingan nafsu, atau karena iri dengki dan fanatisme golongan. Sehingga, kebenaran yang disuarakan oleh para ulama diterima dengan sikap antipati, karena tidak sesuai dengan kepentingan, pikiran, nafsu, dan rasa fanatisme mereka yang sempit.

Inilah yang menyebabkan para musuh Islam bertepuk tangan, sebab hal itu hanya akan menyebabkan umat Islam kehilangan pegangan dan panutan. Wibawa ulama merupakan kunci bagi kebaikan masyarakat. Ketika wibawa ulama sudah jatuh, maka runtuhlah benteng terkuat umat ini. Dan, hal itu merupakan bencana yang sangat besar bagi kebaikan agama dan moralitas masyarakat. Imam Sahl at-Tustari menyatakan:

لَايَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَظَّمُوْا السُّلْطَانَ وَالْعُلَمَاءَ فَاِذَا عَظَّمُوا هَذَيْنِ اَصْلَحَ اللهُ دُنْيَاهُمْ وَاُخْرَاهُمْ وَاِذَا اسْتَخَفُّوْا بِهَذَيْنِ اَفْسَدَ دُنْيَاهُمْ وَاُخْرَاهُمْ

“Masyarakat akan baik-baik saja selagi mereka menghormati penguasa dan ulama. Jika mereka menghormati keduanya, maka Allah akan menjaga kebaikan dunia dan akhirat mereka. Jika mereka meremehkan penguasa dan ulama, maka Allah membuat kehidupan dunia dan akhirat mereka menjadi rusak.”***

Penulis adalah santri Ponpes Sidogoro: Ahmad Dairobi

Halaman:

Editor: Rajab Ahirullah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mencegah dan Mengatasi Korupsi dalam Perspektif Islam

Senin, 4 Desember 2023 | 22:03 WIB

Tips Memilih Buah Jeruk yang Manis

Rabu, 18 Oktober 2023 | 18:59 WIB

Karisma Ulama Yang Telah Runtuh

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:27 WIB

Hati-hati! Embrio Kaum Khoarij

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:22 WIB

Terpopuler

X