Konon, para mujahid dahulu selalu membawa hartanya dalam jumlah besar lalu menyerahkannya kepada panglima perang. Setelah itu, mereka tidak pernah mengambilnya lagi sedikit pun.
Selain keadaan kedua pria di atas terbilang aneh, keadaan hakim yang mengadili perkara mereka juga lebih aneh dan terbilang langka. Sebelum memberi keputusan, ia menanyakan keturunan keduanya.
Seorang mengaku memiliki anak laki-laki, sedangkan yang satu mengaku memiliki anak perempuan.
Kemudian, sang hakim memutuskan agar kedua anak itu dinikahkan, dan pernikahannya dibiayai dari harta yang mereka perselihkan kepemilikannya. Sang hakim seakan ingin menyatukan dua keluarga dengan pernikahan putra-putri mereka.
Selain kita tahu bahwa penikahan di antara orang-orang yang baik akan memperkuat tali keimanan di antara mereka dan kian meneguhkan hubungan orang-orang saleh. Suami istri yang saleh besar kemungkinan melahirkan turunan yang saleh.
Demikian kisah yang disarikan dari hadits riwayat al-Bukhari (no. 3472) dan Muslim (no. 1721). Dari kisah di atas, dapat dipetik sejumlah pelajaran, di antaranya: Hadis ini menginformasikan bahwa pada umat dan syariat terdahulu sudah disyariatkan transaksi jual-beli.
Berbeda dengan asumsi para ulama Malikiah yang menyebutkan masyarakat kuno belum mengenal jual-beli. Dalam setiap zaman dan generasi selalu ada orang-orang saleh dan takwa yang mementingkan harta dan makanan yang halal, serta menjauhi harta dan makanan haram.
Disyariatkan meminta keputusan hukum kepada ahli ilmu yang dipandang mampu memberikannya. Industri atau pembuatan alat-alat rumah tangga sudah dikenal sejak zaman dahulu kala.
Contohnya, dalam kisah di atas sudah ada bejana yang berisi emas di dalamnya. Ketika seseorang menemukan harta yang terpendam dan mungkin diketahui pemiliknya serta waktu terpendamnya dimungkinkan belum lama, maka hukumnya adalah hukum barang temuan.
Ia harus mencari pemiliknya dan menyerahkannya. Namun, apabila waktu terpendamnya sudah lama dan pemiliknya tidak mungkin diketahui, maka hukumnya adalah hukum barang temuan (rikâz) yang menjadi milik orang menemukannya dikurangi seperlima zakat darinya. Wallahu a’lam. (Lihat: Umar Sulaiman al-Asyqar, Shahih al-Qashash al-Nabawi, [Oman: Darun Nafais], 1997, Cetakan Pertama, hal. 267).****