Kenali Etika Calon Jamaah Haji Agar Mendapat Balasan Surga

- Senin, 10 Juli 2023 | 23:24 WIB
Potret pemulangan jamaah haji asal indonesia  (Sumber foto: instagram@infohaji.indonesia)
Potret pemulangan jamaah haji asal indonesia (Sumber foto: instagram@infohaji.indonesia)


Sedangkan kata al-fusuq merupakan kata umum yang mencakup semua keadaan yang keluar dari ketaatan kepada Allah. Kemudian, al-jadal berlebihan dalam permusuhan dan pertengkaran dengan hal-hal yang dapat menyebabkan kedengkian dan perpecahan, serta meruntuhkan budi pekerti yang baik. Sufyan As-Tsauri menuturkan, “Siapa saja yang melakukan ar-rafats, maka rusaklah hajinya.” Pantas jika Rasulullah saw. menjadikan tutur kata yang baik dan berbagi makanan sebagai kriteria haji yang mabrur.


Sementara dalam sabda Rasulullah saw. disebutkan, tiada balasan haji yang mabrur kecuali surga.


اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةَ


Artinya, “Haji mabrur itu tidak ada balasan untuknya selain surga.”


Walhasil, sepantasnya jamaah calon haji untuk mengurangi pembicaraan yang tidak penting, senda gurau, apalagi pertentangan dengan sesama jamaah. Justru selama dalam perjalanan menuju Baitullah, menyembunyikan diri di hadapan mereka, dan menunjukkan perang yang baik.


Keempat sebaiknya, menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki jika mampu melakukannya. Sebab, menjelang wafat, Abdullah ibn 'Abbâs pernah berpesan kepada anaknya, “Wahai anak-anakku, tunaikanlah haji dengan berjalan kaki. Karena orang yang berhaji dengan berjalan kaki, setiap langkahnya dihitung sebagai tujuh ratus kebaikan dari kebaikan Tanah Haram.”


Namun, bagi jamaah calon haji asal Indonesia sepertinya hal ini tidak mungkin. Hanya saja masih bisa diusahakan di Tanah Suci saat menunaikan rangkaian manasik atau pulang-pergi dari Mekah ke tempat wukuf, terutama lagi saat ke Mina. Dan jika hendak ditambahkan, sunat pula berjalan setelah berihram. Apalagi ada yang berpendapat bahwa hal itu merupakan salah satu cara menyempurnakan ibadah haji.


Meski demikian, naik kendaraan saat menunaikan ibadah haji bukan pula termasuk hal yang tercela. Terlebih ada ulama yang mengatakan, “Naik kendaraan lebih utama, karena di dalamnya ada nafkah dan biaya. Selain itu, naik kendaraan juga menghindari diri dari kelelahan, meminimalkan gangguan dalam perjalanan, lebih dekat dengan keselamatan, dan mendekatkan diri pada kesempurnaan ibadah haji.”


Dua pendapat ini sama sekali tidak bertentangan. Siapa saja yang mudah berjalan kaki, maka lakukanlah dengan berjalan kaki dan itu adalah hal utama. Namun ketika tidak sanggup, dan bila dilaksanakan akan mengakibatkan resiko buruk, membatasi kesempatan amal ibadah, maka naik kendaraan lebih baik.


Kelima, berpenampilan sederhana dan tidak banyak mengenakan perhiasan. Jauh dari kesan bermewah-mewahan dan memperlihatkan jabatan atau kekayaan, sehingga tidak tercatat sebagai orang yang sombong dan berlebihan. Tampillah sebagai golongan lemah, miskin-papa, dan butuh terhadap rahmat dan ampunan Allah. Rasulullah saw. telah memerintahkan agar jamaah calon haji senantiasa berpenampilan sederhana dan menyembunyikan kekayaan, serta melarang untuk bersenang-senang dan bermewah-mewahan. Demikian seagaimana hadis riwayat ath-Thabrani.


Meski demikian, bukan berarti mereka boleh mengenakan pakaian compang-camping atau kotor. Sebab, Al-Quran sendiri menguasai mereka memersihkan diri:


ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ


Artinya, “Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran,” (QS Al-Hajj: 29).


Calon haji tetap berpenampilan layaknya akan menghadap jamaah Allah. Mereka tetap harus menjaga kebersihan dan kerapihan diri dengan cara mencukur rambut, memotong kumis, dan memotong kuku.


Keenam, mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan dam meskipun tidak wajib bagi dirinya. Usahakanlah agar hewan yang dikurbankan adalah hewan yang gemuk dan mulus. Makanlah sebagian dagingnya jika kurban itu sunat, namun jangan memakannya apabila kurbannya wajib. Allah swt. telah berfirman, “Demikianlah perintah Allah. Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati,” (QS Al-Hajj: 32).

Halaman:

Editor: Rajab Ahirullah

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB
X