Keutamaan dan Cara Shalat Jumat Serta Niat, Waktu, Syarat-Syaratnya.

- Jumat, 27 Mei 2022 | 22:35 WIB
tata cara sholat jum'ah berjamaah (instagram)
tata cara sholat jum'ah berjamaah (instagram)

Baca Juga: Wisudawan Universitas Sam Ratulangi Protes Tolak Pungli

Pertama, syarat wajib. Yaitu sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang mana wajib dan tidaknya shalat Jumat tergantung pada ada dan tidaknya sifat tersebut. Syarat wajib Jumat ada tujuh, yaitu: Beragama Islam. Baligh, mencapai usia 15 tahun, atau telah mengalami ihtilâm (mimpi basah). Berakal sehat. Merdeka, syarat ini hanya berlaku di masa ada perbudakan dahulu. Laki-laki. Sehat. Bermukim.

Terkait syarat terakhir, sebenarnya dalam bab shalat Jumat kita dikenal dua istilah, muqîm (orang yang bermukim) dan mustauthin (orang yang berdomisili). Makna kata domisili di sini berbeda dengan makna yang sering dopahami biasanya. Dalam kitab Syarhul Yaqûtin Nafîs Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar as-Syathiri menjelaskan:  

فالمستوطن هو الذي يعتبر البلد الذي هو فيه وطنه، لا يسافر منها لا صيفا ولا شتاء إلا لحاجة دائم الإقامة بها ولا يحدث نفسها بفراقها  

Artinya, “Mustauthin adalah orang yang menganggap tempat ia tinggal seketika itu adalah tanah airnya, tidak akan berpindah-pindah seiring perubahan musim kecuali ada kebutuhan saja. Juga, tak pernah berpikir untuk meninggalkan tempat tersebut.”  

أما المقيم فهو الذي نزل بها ولم ينو الإستطان كطالب العلم أوالتاجر  

Artinya, “Adapun muqîm adalah orang yang menetap di suatu daerah dan tidak bermaksud untuk tinggal selamanya di sana, seperti santri, atau pedagang.” (Muhammad bin Ahmad bin Umar as-Syathiri, Syarhul Yaqûtin Nafîs, halaman 235)  

Baca Juga: Maudy Ayunda Minta Pindah Sekolah

Kedua, syarat sah. Sah dan tidaknya shalat Jumat tergantung apakah syarat-syarat sahnya terpenuhi atau tidak. Untuk hal ini, sama persis dengan syarat sah shalat Dhuhur dan shalat lainnya, hanya ada enam syarat tambahan yang membuatnya berbeda. Berikut rinciannya: 

Waktu pelaksanaannya yang terhitung sejak masuk waktu Dhuhur hingga tiba waktu Ashar. Karena itu, bila shalat Jumat yang dilakukan belum usai hingga tiba waktu Ashar, maka shalatnya harus disempurnakan menjadi shalat Dhuhur tanpa mengubah niat. Tempat pelaksaanannya adalah sekitar pemukiman. Baik pemukiman itu terdiri dari bangunan kayu atau tumpukan batu-bata saja. Jelasnya, shalat jumat tidak boleh dilaksanakan di selain sekitar pemukiman, seperti di padang sahara. Sebab, sejak masa Nabi saw sampai masa Khulafâ’ Râsyidûn shalat Jumat tidak dilakukan di luar pemukiman. Jumlah jamaahnya harus mencapai 40 orang sebagai batas minimal, dengan kriteria berjenis laki-laki, mukalaf, merdeka, dan bermukim di daerah tersebut. Bilangan 40 adalah yang disepakati oleh mayoritas ulama. Dilakukan secara berjamaah. Karenanya, bila 40 orang shalat sendiri-sendiri dalam satu masjid, misalnya, maka tidak sah. Berbeda dengan seorang masbuk yang menyempurnakan rakaat keduanya sendirian, shalat Jumatnya tetap sah. Sebab, ia terhitung berjamaah. Tidak boleh terdapat dua jamaah shalat Jumat dalam satu daerah, kecuali tidak ada tempat yang cukup menampung seluruh jamaah, meskipun bukan masjid atau meskipun tanah lapang. Jika masih bisa berkumpul dalam satu tempat, dan ternyata tetap dilaksanakan dalam dua, tiga, bahkan empat kelompok, maka yang sah adalah kelompok yang pertama kali melakukan takbîratul ihram. Dilakukan setelah pelaksanaan dua khutbah Jumat yang memenuhi syarat dan rukunnya.   

Ketiga, syarat in’iqâd. Yaitu syarat yang menentukan shalat Jumat tersebut dapat menggugurkan kewajiban shalat Dhuhur jamaah yang lain atau tidak. Artinya, seseorang bisa saja shalat Jumatnya sah, namun tidak dapat menggugurkan kewajiban shalat Dhuhur jamaah lainnya, sehingga mereka harus melakukan shalat Dhuhur setelah itu. 

Baca Juga: Melaksanakan Sholat Jum'at Lebih Bagus di Awal dan Lebih di Utamakan.

Lalu, apa saja syarat in’iqad tersebut? Secara umum yaitu ketika seluruh syarat wajib dan syarat sah terpenuhi secara sempurna. Secara lebih detail, Syekh Abu Bakr Usman bin Muhammad Syatha (wafat 1300 H) dalam kitab I’ânatut Thâlibîn menjelaskan enam macam jamaah shalat Jumat berdasarkan statusnya:

1. Golongan yang memenuhi seluruh syarat wajib maupun syarat sah, maka shalat Jumatnya in’iqâd.

2. Golongan yang wajib melakukan shalat Jumat dan masuk kategori sah, namun tidak in’iqâd. Yaitu, orang yang hanya bermukim (muqîm) dan tidak berdomisili (mustauthin). Juga orang yang hanya mendengar azan Jumat dari satu daerah, sementara ia tidak di sana dan bukan bagian dari mereka.

Halaman:

Editor: Imam Shodiqul Wadi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Terpopuler

X