Gara-gara penyamun dan kekhawatirannya yang besar akan kehilangan kertas dan buku-bukunya yang kedua kali, Al-Ghazali pun menghafal seluruh pelajaran di luar kepala.
Setelah Jurjan, pengembaraan ilmiah al-Ghaza li berlanjut ke kota Naisabur, ibu kota Khurasan. Al Ghazali beruntung, di kota ini ia berguru kepada se orang ulama besar bernama Al-Juwaini, yang pernah belajar langsung di Mekah dan Madinah.
Karena itu, orang-orang menjuluki Al-Juwaini, Imamul Haramain (Imam yang pernah menuntut ilmu di dua Tanah Ha ram, Madinah dan Mekah).
Popularitas Al-Juwaini semakin meluas setelah ba nyak orang berkomentar, "Perhatikan orang ini. Beliau Al-Juwaini yang alim, tempat Al-Ghazali menuntut ilmu. Al-Ghazali adalah salah seorang murid halaqahnya."
Baca Juga: Kembali Menang Bersama Persib Bandung Banjir Kritikan
Di madrasah yang dipimpin oleh Al-Juwaini sendiri di mana murid-murid di sana belajar tanpa dipungut bayaran, gratis. Imam Al-Ghazali menghabiskan waktu selama 8 tahun (dari 1077-1085). Sepanjang 8 tahun ini beliau belajar ilmu agama, filsafat, logika (manthiq), dan ilmu-ilmu alam.
Di madrasah Naisabur, al-Ghazali tidak pernah lupa dengan pesan penyamun yang disampaikan kepadanya. Al-Ghazali pun menghafal seluruh kitab yang dipelajari di luar kepala.
Teman-teman al-Ghazali di madrasah selalu menjadikan beliau sebagai rujukan, di luar referensi dan buku rujukan lainnya. Al-Ghazali selalu memberikan jawaban yang tepat.
Setiap orang yang masuk ke Madrasah Naisabur langsung mendengar kepopuleran Al-Ghazali. Guru beliau, al-Juwaini, hampir selalu menyinggung kelebihan muridnya dalam setiap kesempatan. "Sungguh, ia lautan yang sangat dalam." Demikian Al-Juwaini menyifati kedalaman ilmu al-Ghazali.
Di Kutip dari Buku Biografi Imam Al-Ghazali, pengarang Dr. Izzuddin Ismail.