Tengok Makam Kiyai Sholeh Darat Sang Penulis Jawa Pegon Legendaris

- Sabtu, 29 Juli 2023 | 07:44 WIB
Makam Ulama (Bogor Times)
Makam Ulama (Bogor Times)

Bogor Times-Dinginnya dataran tinggi kota Semarang yang berbukit-bukit nyaris tidak terasa, terbawa hawa panas Metropolitan. Pasalnya Kamis,10 November yang lalu, Sidogiri Media, bertraveling di tengah terik matahari. Dari kawasan Simpang Lima Semarang kami menyempal ke kanan melewati kantor Suara Merdeka menuju pesarean Kiai Sholeh Darat yang terletak di pemakaman Bergota. Sengaja berkunjung di waktu Zuhur, demi menghindari desakan para peziarah yang diprediksi ramai pada Kamis sore, layaknya makam-makam di Indonesia.

Bergoda merupakan komplek pemakaman umum di Randusari Semarang Selatan. Konon kawasan Bergota merupakan tanah wakaf yang diserahkan oleh Kesultanan Jogja kepada dinas tata ruang kota Semarang pada 1964. Dulu kawasan ini luasnya mencapai 70 hektar, tetapi terus tergerus dan terhimpit pembangunan yang kian bertambah di tengah-tengah barisan batu nisan. Dari bentuk batu nisan, pemakaman ini tergambar sudah ada sejak penjajahan Belanda. Terdiri dari etnis dan pemeluk agama berbeda-beda telah disemayamkan di pemakaman ini.

Siapa mengira, jika sosok Alim Ulama yang memiliki nama lengkap Syaikh Muhammad Sholeh bin Umar as-Samarani al-Jawi Asy-Syafii, juga disemayamkan di sini. Ayahnya, Kiai Umar, merupakan orang kepercayaan Pangeran Diponegoro untuk kawasan Jawa bagian utara. Beliau dilahirkan di Jepara sekitar tahun 1830 M dan meninggal di Semarang pada 28 Ramadhan 1321 H. atau 18 Desember 1903 M. Penambahan kata “Darat” pada akhir namanya disebabkan ia tinggal di daerah Darat, pesisir pantai utara Semarang, tempat mendarat pelancong yang berlayar dari luar Jawa. Kini kawasan tersebut berada di Kel. Dadapansari Kec. Semarang Utara.Baca Juga: Melihat Lebih Dekat Peninggalan Mbah Dimyati Bin Muhammad Amin

Baca Juga: Bogor Bersiap Bangun Tempat Pemrosesan Sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (RDF) untuk Penanganan Sampah

Baca Juga: Operasi Gaktibplin Polres Bintan: Disiplin Anggota Diperketat, Rambut dan Jenggot Tak Pantas Diberikan TindakSedari kecil Kiai Sholeh sudah mengerti pentingnya sebuah pendidikan. Selain belajar berbagai ilmu pengetahuan kepada ayah kandungnya, beliau belajar kepada para ulama Nusantara. Di antaranya ialah KH. Sahid, cucu Syekh Ahmad Mutakin Pati, Raden Shaleh bin Asnawi Kudus, Kiai Ishak Damaran, Kiai Abu Abdillah Muhammad Hadi ibn Baquni, Ahmad Bafaqih Ba’alawi dan Syekh Abdul Ghani.

Baca Juga: Masjid Jamik Al-Baitul Amin Jember (Masjid Tujuh Kubah) Berorientasi ke Masjid Al-Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Azhar Mesir

Tidak pernah puas, terus haus ilmu begitulah gambaran singkat dari sosok Kiai Sholeh. Beliau juga nyantri di langgar yang didirikan sejak abad ke 17 di Darat Semarang. Yang membuatnya diambil menantu oleh Kiai Murtadha, pengasuh langgar tersebut –yang kini sudah dipugar menjadi Masjid Kiai Sholeh Darat.

Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 6,2 Guncang Pantai Selatan Filipina: Warga Berlindung, Transportasi Terhambat

Baca Juga: Bupati Pandeglang Nilai Peran Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Menurunkan Angka Kemiskinan

Baca Juga: Johanis Menambahkan, Suap Rp 14,5 Miliar Terkait Sembilan Proyek Jalur Kereta Api di Lingkungan DJKA Kemenhub

Setelah menikah, Kiai Sholeh merantau ke Makkah. Di Tanah Haram beliau berguru kepada ulama-ulama besar, antara lain Syekh Muhammad al-Muqri, Syekh Muhammad Sulaiman Hasbullah al-Makki, Sayid Ahmad Zaini Dahlan, Syekh Ahmad Nahrawi, Sayid Abdurrahman Az-Zawawi, Syekh Jamal mufti Hanafi dan Syekh Yusuf al-Misri. Berkat kecerdasan dan kealimannya, akhirnya Mbah Sholeh mendapat ijazah dari beberapa gurunya untuk mengajar di Makkah.

Pada akhir abad ke 19, Kepolisian Jedah mendapatkan informasi bahwa seorang ulama dari Jawa bernama Sholeh mengirim surat kepada kekhalifahan Turki agar ikut mengintervensi pemerintah kolonial Belanda yang menjajah Nusantara. Dari sinilah senjarah mencacat, Ia sudah menabuh genderang perlawanan terhadap pemerintah kolonial sejak di Tanah Haram.

Sepulang ke tanah air, Ia semakin sadar bangsanya sedang ditindas oleh penjajah. Melalui pesantren dan karya tulisnya, Ia melakukan proses penyadaran terhadap masyarakat awam agar berjibaku menumpas penjajahan dari Ibu Pertiwi. Kesadaran kritis atas realitas kebangsaan, sehingga menumbuhkan jiwa-jiwa patriot dan nasionalis di hati para santrinya.

Baca Juga: Bocah 10 Tahun di Lampung Selatan Menderita Kanker Tulang, Keluarga Mencari Bantuan untuk Pengobatan

Baca Juga: Rahasia Sedekah di Tanah Suci Mekah dan Madinah: Pentingnya Memahami Nilai Mata Uang

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Rajab Ahirullah

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Penjelasan Ilmu Fiqih, Tinggalkan Sholat Karena Tidur

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:14 WIB

Mengenal Makna Udzur Sholat Dalam Ilmu Fiqih

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:06 WIB

Hukum Nikahi Sepupu

Minggu, 6 Oktober 2024 | 07:28 WIB

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB
X