Baca Juga: Bupati Pandeglang Nilai Peran Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Menurunkan Angka Kemiskinan
Salah satu santri Kiai Sholeh ialah Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah dan Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdhatul Ulama, yang berhasil memobilisasi masyarakat Jawa Timur dengan seruan Resolusi Jihad, membangkitkan perjuangan Arek-Arek Suroboyo yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Bahkan jiwa patriot yang mengakar kuat dalam diri RA. Kartini, juga tak lepas dari peran Kiai Sholeh yang menjadi salah seorang yang menginspirasi. Hal ini ditandai dengan terbitnya buku Habis Gelap Terbilah Terang yang terilhami dari ayat suci “Minazh-Zhulumati ilan-Nur.”
“RA. Kartini diawali ketika Mbah Sholeh Darat mengisi pengajian bulanan di rumah Bupati Demak yang merupakan paman RA. Kartini,” tukas Miftahul Umam, Mahasiswa UIN Wali Songo Semarang.
Dari balik tabir, Kartini terkesima dengan tafsir al-Fatihah dengan menggunakan bahasa Jawa sehingga Kartini mengerti. Kartini mendesak pamannya untuk mempertemukan dirinya dengan Kiai Sholeh. Setelah bertemu, kepada beliau, Raden Ayu meminta agar al-Quran diterjemahkan. Padahal ketika itu Belanda melarang keras adanya menerjemahan al-Quran.
Baca Juga: Gua Akbar dari Markas Berandal, Menjadi Markas Ulama
Belanda sadar bahwa jika bangsa ini memahami ajaran Islam dengan luas dan mengerti kandungan al-Quran bisa membangkitkan nasionalisme di hati para pembacanya, sehingga menyulitkan kolonial Belanda dalam menguasai kekayaan negeri ini.
Kiai Sholeh tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang berani menerjemakan al-Quran. Untuk mengelabui Belanda, beliau menuliskan terjemah tersebut ke dalam bahasa Jawa pegon, sehingga dikira tulisan tersebut berbahasa Arab. Kitab tafsir pertama dalam Arab Pegon ini diberi nama Faidhur-Rahman. Kitab tersebut dijadikan kado pernikah RA. Kartini dengan Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang.
Karya Kiai Sholeh ditengarai sekitar 40 judul kitab. Namun, hanya tersisa beberapa saja yang masih terjaga sampai sekarang di Indonesia. Lantaran karya-karya beliau juga banyak dirampas oleh Belanda. Infonya, kitab beliau tersimpan di Museum Belanda dan Inggris. Banyak mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana, mengkajinya sebagai bahan disertasi. Di antara karya beliau ada berjudul Minhatul-Atqiya’, Kitab Munjiyat, Lathaifuth-Thaharah, Majmuatusy-Syariah, dan Matan al-Hikam Sementara terjemahan kitab Jauharut-Tauhid dari tangan terampilnya sampai saat ini masih tersimpan di Museum Masjid Agung Jawa tengah.
“Katanya sejak tahun 1955, haul Mbah Sholeh rutin diperingati setiap 10 Syawal. Walaupun sebenarnya tanggal wafatnya adalah 28 Ramadhan,” pukas Umam, menjelaskan banner haul yang sengaja tidak dilepas oleh panitia.***
Cc. Muh Kurdi Arifin
Artikel Terkait
Johanis Menambahkan, Suap Rp 14,5 Miliar Terkait Sembilan Proyek Jalur Kereta Api di Lingkungan DJKA Kemenhub
Gubernur Jawa Timur Melarang Koperasi Sekolah Menjual Seragam dan Ancamkan Sanksi Tegas bagi Pelanggar
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Mendukung Masukan Google Asia Pasifik Terkait Regulasi Media di Indonesia
Bocah 10 Tahun di Lampung Selatan Menderita Kanker Tulang, Keluarga Mencari Bantuan untuk Pengobatan
Rahasia Sedekah di Tanah Suci Mekah dan Madinah: Pentingnya Memahami Nilai Mata Uang
Bupati Pandeglang Nilai Peran Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Menurunkan Angka Kemiskinan
Gempa Bumi Magnitudo 6,2 Guncang Pantai Selatan Filipina: Warga Berlindung, Transportasi Terhambat
Operasi Gaktibplin Polres Bintan: Disiplin Anggota Diperketat, Rambut dan Jenggot Tak Pantas Diberikan Tindak
Bogor Bersiap Bangun Tempat Pemrosesan Sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (RDF) untuk Penanganan Sampah
Melihat Lebih Dekat Peninggalan Mbah Dimyati Bin Muhammad Amin