Lima Kriteria Sahabat Menurut Imam Al-Ghazali

- Senin, 20 September 2021 | 14:19 WIB
Ilustrasi wanita saat bersama sahabat terdekat (Pixabay.com)
Ilustrasi wanita saat bersama sahabat terdekat (Pixabay.com)

Bogor Times - Kedudukan sahabat mendapat perhatian oleh agama. Hal ini menunjukkan bahwa sahabat memiliki pengaruh dari tiap pertumbuhan dan pengambilan serta perkembangan sikap pribadi.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW telah mengingatkan kita agar ber-hati-hati dan bijak dalam mencari sahabat sejati.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, ‘Seseorang bisa dilihat dari keberagamaan sahabatnya. Hendaklah setiap kamu memerhatikan bagaimana sahabatmu beragama.”

Imam Al Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah menyebutkan sedikitnya lima hal yang perlu diperhatikan dalam mencari sahabat.

Pertama, akal.

فإذا طلبت رفيقا ليكون شريكك في التعلم، وصاحبك في أمر دينك ودنيا فراع فيه خمس خصال: الأولى: العقل: فلا خير في صحبة الأحمق، فإلى الوحشة والقطيعة يرجع آخرها، وأحسن أحواله أن يضرك وهو يريد أن ينفعك، والعدو العاقل خير من الصديق الأحمق

Artinya: “Bila kau ingin mencari sahabat yang menemanimu dalam belajar, atau mencari sahabat dalam urusan agama dan dunia, maka perhatikanlah lima hal ini. Pertama, akalnya. Tiada mengandung kebaikan persahabatan dengan orang dungu. Biasanya berakhir dengan keengganan dan perpisahan. Perilaku terbaiknya menyebabkan kemudaratan untukmu, padahal dengan perilakunya dia bermaksud agar dirinya berarti untukmu. Peribahasa mengatakan, ‘Musuh yang cerdik lebih baik daripada sahabat yang dungu.” (Lihat Imam Al Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Indonesia: Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, tanpa catatan tahun], halaman 90).

Imam Al-Ghazali menempatkan akal pada urutan pertama. Pasalnya, sahabat yang bodoh atau dungu lebih banyak mencelakai kita karena kebodohanya meskipun ia bermaksud baik.

Kedua, akhlak terpuji

الثانية: حسن الخلق: فلا تصحب من ساء خلقه، وهو الذي لا يملك نفسه عند الغضب

Artinya: “Kedua, akhlak yang baik. Jangan bersahabat dengan orang yang berakhlak buruk, yaitu orang yang tidak sanggup menguasai diri ketika sedang marah atau berkeinginan.” (Lihat Imam Al Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Indonesia: Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, tanpa catatan tahun], halaman 90-91).

Akhlak bukan hanya dilihat dalam situasi normal. Akhlak seseorang bisa dilihat lebih jelas ketika ia dalam situasi marah atau syahwat. Jika dalam situasi marah atau syahwat seseorang mampu mengendalikan dirinya, maka dalam situasi normal ia lebih berkuasa atas dirinya sehinga sanggup mengedepankan akhlak terpuji.

Ketiga, kesalehan.

الثالثة: الصلاح: فلا تصحب فاسقا مصرا على معصية كبيرة، لأن من يخاف الله لا يصر على كبيرة، ومن لا يخاف الله لا تؤمن غوائله، بل يتغير بتغير الأحوال والأعراض،

Halaman:

Editor: Saepulloh

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB

Jatuh dan Terluka, Apakah Puasa Menjadi Batal?

Rabu, 27 Maret 2024 | 12:55 WIB
X