Sejarah Perubahan Kiblat Umat Muslim

- Jumat, 10 Februari 2023 | 16:36 WIB

Bogor Times- Dalam Ibadah Sholat memghadap kiblat bagian dari syarat keabsahan ibadah tersebut. 

Terdapat sejarah Pensyariatan Menghadap Kiblat ke arah Ka’bah yang berada di dalam Masjidil Haram Makkah.

Kakbah merupakan bangunan ibadah tertua di muka bumi ini. Bangunan yang berbentuk kubus ini diriwayatkan dibangun pertama kali oleh Nabi Adam AS. Karena kekunoannya, bangunan ini disebut juga sebagai bayt al-Athiq sebagaimana tertera dalam Surat Al-Hajj ayat 29:

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Dan thawaf (berkeliling) lah kalian di rumah yang kuno.” Al-Qur’an menyebutkan bahwa Ka’bah telah ada pada saat Nabi Ibrahim menempatkan Siti Hajar dan Nabi Ismail ketika masih bayi di lokasi tersebut, sebagaimana tercermin dalam Surat Ibrahim ayat 37:

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." Setelah meninggalkan istrinya, Siti Hajar, dan putranya, Nabi Ismail, Nabi Ibrahim kemudian datang lagi ke tempat tersebut karena mendapatkan wahyu untuk mendirikan bangunan Ka’bah. Bersama Nabi Ismail beliau kemudian mendirikan Ka’bah, sebagaimana diceritakan dalam Surat al-Baqarah ayat 127:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Ketika perintah untuk shalat diberikan kepada Nabi Muhammad pasca peristiwa Isra’ Mi’raj, Nabi Muhammad yang saat itu berada di Makkah tentu saja menghadap Ka’bah saat melaksanakan shalat. Hingga kemudian Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, maka turunlah perintah Allah agar menghadap ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa, Palestina) ketika shalat. Kejadian ini tergambar dalam karya Imam Abu al-Fida Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1419H), juz I, hal. 272:

كَانَ أَوَّلُ مَا نُسِخَ مِنَ الْقُرْآنِ الْقِبْلَةُ، وَذَلِكَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِينَةِ، وَكَانَ أَهْلُهَا الْيَهُودَ، أَمَرَهُ اللَّهُ أَنْ يَسْتَقْبِلَ بَيْتَ الْمَقْدِسِ، فَفَرِحَتِ الْيَهُودُ، فَاسْتَقْبَلَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِضْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يحب قبلة إبراهيم، وكان يَدْعُو وَيَنْظُرُ إِلَى السَّمَاءِ

“Yang pertama kali di-naskh dalam Al-Qur’an ialah kiblat, bahwasanya Rasulullah SAW ketika hijrah ke Madinah, sementara penduduk madinah mayoritas adalah Yahudi, Allah memerintahkan untuk menghadap Baitul Maqdis (ketika shalat), maka berbahagialah orang Yahudi. Rasulullah menghadap Baitul Maqdis (ketika shalat) selama lebih dari 10 bulan, padahal beliau lebih senang pada kiblatnya Nabi Ibrahim (Ka’bah), maka beliau seringkali berdoa dan menghadap ke langit” Maka turunlah perintah yang ditunggu-tunggu oleh Rasulullah. Kejadian ini terjadi Pada bulan Rajab tahun kedua hijrah. Hal ini tercermin dalam Surat al-Baqarah ayat 144:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya.” Peristiwa berpalingnya arah kiblat ini terjadi saat beliau sedang melaksanakan shalat berjamaah di sebuah masjid di pinggiran kota Madinah. Untuk mempertahankan bukti sejarah, hingga kini, masjid tersebut masih mempertahankan 2 mimbar, satu menghadap ke Ka’bah dan satu lagi menghadap ke Baitul Maqdis, dan disebut dengan Masjid Qiblatain (dua kiblat).

Perubahan kiblat ini memberikan suasana gembira di hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah Azza wa Jalla telah mengabulkan harapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebaliknya, bagi kaum Yahudi, perubahan ini merupakan pukulan telak. Karena dugaan mereka selama ini, ternyata salah total dan terbantahkan. Oleh karena itu, mereka sangat geram dan melontarkan desas-desus yang tidak sedap dengan menyebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang plin-plan, seketika shalat menghadap kesini dan kesana. Allah SWT lalu menurunkan ayat guna menghancurkan desas desus tersebut. Ketika kaum Yahudi menebarkan isu bahwa kebaikan hanya bisa diraih dengan cara shalat menghadap Baitul Maqdis, turunlah ayat 177 dalam Surat al-Baqarah:

Halaman:

Editor: Usman Azis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Jatuh dan Terluka, Apakah Puasa Menjadi Batal?

Rabu, 27 Maret 2024 | 12:55 WIB

Deretan Artis Gagal Nyalon Pileg 2024

Rabu, 13 Maret 2024 | 09:39 WIB

Hikmah Mengakhirkan Sahur saat Puasa Ramadhan

Selasa, 12 Maret 2024 | 13:13 WIB

Tidur Saat Romadhon Ibadah, Simak Maksudnya

Selasa, 12 Maret 2024 | 12:53 WIB

Penentuan Awal Ramadhan, Simak Pendapat Ulama

Jumat, 8 Maret 2024 | 22:40 WIB

Inilah Beberapa yang Membatalkan Puasa

Jumat, 8 Maret 2024 | 07:36 WIB

Inilah Keutamaan Puasa di Bulan Ramadhan

Rabu, 6 Maret 2024 | 22:31 WIB

Semangat Baru, Bali Kembali Gelar Bahtsul Masail

Senin, 4 Maret 2024 | 06:30 WIB

Keharaman Penentuan Harga hingga Kenaikan Bahan Pokok

Selasa, 27 Februari 2024 | 10:43 WIB
X