Kedua, lanjut Elma, desiminasi penguatan Moderasi Beragama. Ketiga, narasi ajakan hidup damai dan harmoni. Keempat, penolakan paham/keyakinan yang melegitimasi cara-cara kekerasan dalam penyelesaian perbedaan/konflik.
“Kelima, penolakan terhadap tindakan atau aksi-aksi kekerasan dan atau terorisme, menolak segala pandangan, sikap, dan tindakan yang anti kemanusiaan,” ujar perempuan asal Madura ini.
“Selanjutnya, menjaga komitmen kesepakatan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika), dan menjunjung prinsip yang dilandasi HAM, supremasi hukum, dan keadilan (tidak diskriminasi). Serta mengandung dialog antara penganut agama dan keyakinan, yang membawa pesan kewaspadaan terhadap berita hoax dan ujaran kebencian,” papar Elma.
Sementara itu, peneliti lainnya, Abdul Jamil wahab melaporkan dalam riset setidaknya ada 46 media daring yang dikaji. Riset ini menggunakan empat dimensi penilaian, yaitu koherensi struktural, koherensi material, koherensi karakterologis, dan kesejajaran naratif. Hasilnya diperoleh angka skor 81,81 persen.
“Itu artinya media-media yang dikaji masuk kategori sangat baik sebagai media yang mengusung kontra narasi ektremisme,” tambah doktor jebolan Institut PTIQ Jakarta ini.***
Kontributor: Syifa Arrahmah
Artikel Terkait
Sejarah Malam Jumat, Sisi Lain Manusia dan Keangkuhan
Khusus Perempuan, Cara Mengenal Macam-macam Darah dan Hukumya
Maudy Ayunda Minta Pindah Sekolah
Wisudawan Universitas Sam Ratulangi Protes Tolak Pungli
Menko: Perekonomian Indonsia Tumbuh, Ini Indikatornya
Cuaca Panas Untungkan Formula E
Simak! Perbedaan Antara Asuransi Mobil All Risk dan TLO (Total Loss Only)
Tenggang Rasa dan Berfikir Terbuka Efektif Tangkal Radikalisme
Pakar Statistik Universitas Indonesia (UI), Farhan Muntafa: Generasi Muda Peroleh Radikalisme dari Medsos
Hadir Shalat Jumat Lebih Awal , Ini Manfaatnya