Penentuan Awal Ramadhan, Simak Pendapat Ulama

- Jumat, 8 Maret 2024 | 22:40 WIB
Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1445 H (harmoni3roda/INDOCEMENT/Bogor Times)
Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1445 H (harmoni3roda/INDOCEMENT/Bogor Times)

Bogor Times- Setiap menjelang bulan Ramadhan, kita selalu disuguhi fenomena perbedaan pendapat terkait penetapan awal puasa. Ironisnya, perbedaan ini tidak jarang menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat berupa saling ejek dan saling klaim bahwa kelompoknya benar, sedangkan kelompok lain salah.

Bulan yang seharusnya dijadikan momen peningkatan ibadah dan amal saleh justu dinodai oleh saling cemooh antarkelompok masyarakat. Kementerian Agama sebagai lembaga yang mempunyai otoritas dalam penetapan awal puasa, telah berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut dengan menyelenggarakan sidang itsbat yang dihadiri oleh para ulama, ilmuwan, pakar hisab-rukyat, dan perwakilan dari berbagai organisasi massa yang ada di Indonesia.

Hanya saja, terkadang ada kelompok yang tidak mengikuti hasil sidang dengan alasan mereka telah memiliki metode penetapan sendiri. Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui metode-metode yang digunakan oleh para ulama dalam menetapkan awal bulan Ramadhan.

Baca Juga: Didorong Isi Kursi Pimpinan DPRD Kota Bogor Periode 2024 – 2029, Zaenal Abidin: Entar Dulu.

Baca Juga: Berbeda-beda dalam Penetapan Awal Ramadhan, Simak Alasannya

Baca Juga: Cara Memberi Hadiah ke Anak agar Tak Berdampak Negatifkan

Dalam menetapkan awal bulan Ramadhan, para ulama berbeda pendapat. Pertama, mayoritas ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan hanya bisa ditetapkan dengan menggunakan metode rukyat (observasi/mengamati hilal) atau istikmal, yaitu menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi 30 hari. Mereka berpegangan pada firman Allah subhanahu wa ta'ala dan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 185:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan maka hendaklah ia berpuasa (pada) nya.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Baca Juga: Falakiyah NU Soroti 58 Titik Pantau Hilal

Baca Juga: Bazar Ramadhan Dinas Sosial Kabupaten Bogor Diserbu Ribuan Warga, Ketua PPDI: Seneng Bupati dan Kadis Cicipin Kopi

Baca Juga: Pancaroba, Kabupaten Bogor Rawan DBD

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا غُبِّيَ عَلَيْكُم dan فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari, hadits no. 1776).

Pada ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya mengkaitkan kewajiban berpuasa dengan melihat hilal. Artinya, kewajiban berpuasa hanya bisa ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari.

Halaman:

Editor: Usman Azis

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB

Jatuh dan Terluka, Apakah Puasa Menjadi Batal?

Rabu, 27 Maret 2024 | 12:55 WIB

Terpopuler

X