Kita Butuh Jurnalisme Empati, Tidak Melulu Kepentingan Pasar Prioritaskan Maslahat

- Rabu, 9 Februari 2022 | 19:45 WIB
Pengunjuk ­rasa tersungkur terkena semprotan water canon di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu 7 Oktober 2020. Aksi mahasiswa dan elemen masyarakat yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja kala itu ber­akhir ricuh. (Pikiran Rakyat/Armin Abdul Jabbar)
Pengunjuk ­rasa tersungkur terkena semprotan water canon di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu 7 Oktober 2020. Aksi mahasiswa dan elemen masyarakat yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja kala itu ber­akhir ricuh. (Pikiran Rakyat/Armin Abdul Jabbar)

Jenis pe­kerjaannya lebih berbobot intelektual, olah pikir yang di­kembangkan dalam meng­amati, menggeluti, serta me­la­­porkan kejadian dan permasalahan.

Kecenderungannya bebas, serba leluasa dalam alam pikiran, alam liputan, mau­pun alam penyajiannya. Se­orang jurnalis ti­dak menerbitkan surat kabar­nya atau menayangkan li­­putannya sen­diri atau seorang diri.

Baca Juga: PK PMII UNUSIA Bogor, Cetak Puluhan Kader Mujahid dalam Pelatihan Kader Dasar

Ia berbagi dengan orang lain. Ia bekerja dalam kolektivitas. Ia bekerja dalam serba keterbatasan: keterbatasan waktu, ruang, variasi, kebebasan. Inilah paradoks besar di mana-mana. Juga dalam sistem jurnalisme.

Meski begitu, segala keterbatasan ini jangan lantas menjadi pembenaran bagi jurnalis untuk tidak bersikap profesional. Profesionalisme, sekali lagi, menuntut jurnalis bisa meliput peristiwa dalam kondisi penuh te­kanan.***

Halaman:

Editor: Usman Azis

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

5 Doa Pilihan yang Cocok Dibaca Selama Ramadhan

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB
X