Jakob Oetama dalam berbagai kesempatan selalu menyebut perlunya jurnalis memiliki kepekaan. Katanya lagi, ”…yang seharusnya dimiliki oleh seorang jurnalis adalah kepekaan terhadap masalah kemanusiaan, hati yang hangat, solidaritas, keibaan (belas kasih, compassion), kerisauan, rasa ingin tahu, dan pengabdian.”
Kepekaan macam itu tampaknya kian dituntut pada saat masyarakat dan bangsa kita tengah dirundung berbagai derita bencana, juga merebaknya kembali pandemi Covid-19.
Jurnalisme yang perlu dikembangkan pada saat ini adalah jurnalisme yang berempati pada penderitaan orang, baik yang berasal dari struktur sosial maupun yang bersifat individual.
Dalam The Elements of Journalism (2001), Tom Rosenstiel dan Bill Kovach mengingatkan kita, jurnalisme adalah panggilan kemasyarakatan yang mulia, dan mereka yang mempraktikkannya punya kewajiban yang lebih mendalam kepada pembaca dan pemirsa mereka dibandingkan permintaan pasar.
Baca Juga: Tidak Terima Difitnah dan Dianiyaya, Pengurus PC IPNU Korban Penganiayaan Lapor Polisi
Dalam perspektif komunikasi, seorang jurnalis pada dasarnya adalah makhluk dua wajah. Di satu sisi dia adalah seorang profesional yang dengan intelektualitasnya memiliki otonomi dan orientasi yang bersifat autentik.
Di sisi lainnya, dia juga bagian atau lebih tepat disebut sebagai pekerja dalam organisasi yang digerakkan oleh manajemen dunia bisnis.
Ketika seorang jurnalis mengatakan ”saya seorang profesional”, berarti dia mampu mengontrol emosi dan bias pada saat melakukan tugasnya. Ia mencari bahan siaran berita, lalu melaporkannya seadil dan seobjektif mungkin.
Baca Juga: Ridwan Kamil Angkat Bicara Terkait Deklarasi Penggabungan Tiga Provinsi Menjadi Provinsi Sunda
Istilah profesional menunjukkan, seseorang dapat berperan dalam kondisi penuh tekanan. Adalah elan atau gaya di bawah tekanan yang menetapkan ciri pertimbangannya.
Intelektual
Karena jurnalis seorang profesional, konsekuensinya perlu menghadirkan diri dengan kesadaran intelektual. Inilah yang menandai kerja jurnalisme sebagai suatu profesi, bukan sekadar pertukangan. Intelektualisme profesi jurnalisme dicerminkan dari sikap independen.
Baca Juga: PB GSN Menegaskan Belum Ada Kader Partai Yang Layak Menjadi Capres 2024.
Sesungguhnya, pada hampir semua pekerjaan ada paradoks. Paradoks itu kuat pada profesi jurnalis.
Artikel Terkait
PWI Kotim Dukung Kegiatan Lomba karya Jurnalistik.
PWI Kotim Dukung Kegiatan Lomba Jurnalistik.
Gelar LKJ, Kodim 1015 /Spt Gandeng PWI Kotim
Gelar LKJ, Kodim 1015 /Spt Gandeng PWI Kotim
PWI Kab.Bogor Ajak Ingat Jasa Pejuang
PWI Kabupaten Bogor Berbagi Paket Lebaran
Ketua PWI Kutuk Aksi Penembakan Wartawan
PWI Kembali Dipimpin Aritha Surbakti
Sinergis, PWI Pusat dan Menpora Jalin Kerjasama dalam Sosialisasi Desain Besar Olahraga Nasional
Resmi, Pengurus PWI Kabupaten Bogor Bentuk Panitia HPN 2022