Meskipun demikian, pasti semua ulama fiqih itu sebelum mengeluarkan fatwa akan memeriksa dalil dan kaidah usul al-fiqhnya dulu.
Baca Juga: Aksi Kocak Hewan Kurban Saat Idul Adha, Mendadak Menjadi Penyelam Hingga Pembaca Buku
Baca Juga: Sandiaga Uno Dorong Potensi Desa Wisata Bugisan Ciptakan Lapangan Kerja, Destinasi Unggulan
Baca Juga: Laksanakan Nafar Awal, Jemaah Indonesia Tuntas Laksanakan Haji
Jumhur ulama juga belum tentu benar pendapatnya. Kebenaran dalam Islam ditentukan melalui kekuatan dalil bukan banyak-banyak pengikut, apalagi pakai turun ke jalan dan teriak "bunuh-bunuh".
Fatwa itu tidak mengikat. Sebagai contoh, kalau tidak cocok dengan fatwa Kiai Ma'ruf Amin, boleh pilih fatwa Gus Mus. Gak cocok dengan Gus Mus, pilih fatwa Mbah Moen.
Mau pilih pendapat saya juga boleh. Karakter fiqih itu memang meniscayakan beda pendapat.
Baca Juga: Perbedaan Hukum Kepemilikan Daging Kurban Bagi Kaya dan Miskin
Baca Juga: Hikmah Pembatasan Kurban pada Orang Kaya dan Miskin
Baca Juga: Penjelasan Kaya dan Miskin dalam Hak Perolehan Kurban
Tak usah tanpa pendapat. Semua ulama punya rujukan dan argumen. Semakin kita luaskan bacaan kita dengan membaca kitab fiqih perbandingan mazhab akan semakin toleran kita menyikapi keragaman pendapat.
Yang suka memutlakkan pendapatnya atau pendapat ulama yang diikutinya itu bisa ditebak belum luas wawasan dan bacaannya. *****