Bogor Times- Infrastruktu bangunan pesantren kerap kali dijadikan masyarakat ukuran dalam menentukan baik atau tidaknya pesantren. Al Hasil, kita akan menilai pendidikan pesantren yang baik adalah yang mahal dan sebaliknya.
Sebenarnya itu bukanlah patokah. Ada yang lebih penting kita jadikan ukuran penentu baik-buruknya pesantren. Diantaranya adalah materi kitab.
Dalam menjaga orsinilitas keilmuan agama. Kitab Kuning menjadi media rujukan para ulama di Indonesia untuk memastikan ilmu yang dipelajari sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan rosul Nya.
Baca Juga: Bolehkah Beri Bantuan Agama Lain dalam Pembangunan Tempat Ibadah?
Baca Juga: Hore! Glombang 36 Prakerja Sudah Dibuka, Simak Cara Jitu Lolos
Beberapa kitab karya ulama itu dipelajari dengan kurikulum yang disusun oleh para kiyai dan diterapkan sesuai dengan tingkatannya. Semisal, para santri tingkat awal belajar fiqih melalui kitab kecil seperti Safinah dan Taqrib.
Kitab tersebut merupakan kitab fiqih berdasarkan mazhab Syafi'i. Baru kemudian meningkat pada kitab syarh-nya seperti Kasyifatus Saja dan Fathul Qarib.
Menaiki tingkatan selanjutnya, para santri akan mengenal kitab fiqih Syafi'i kelas menengah seperti Fathul Mu'in dan syarhnya seperti I'anah atau I’anatuththolibiin.
Baca Juga: Kebijakan Pemerintah terkait Kewajiban Vaksinasi Booster Dikritisi PHRI
Baca Juga: Aksi Kocak Hewan Kurban Saat Idul Adha, Mendadak Menjadi Penyelam Hingga Pembaca Buku
Baca Juga: Sandiaga Uno Dorong Potensi Desa Wisata Bugisan Ciptakan Lapangan Kerja, Destinasi Unggulan
Meranjak ke jenjang selanjutnya, pendalaman materi kitab fiqih babon mazhab Syafi'i seperti Minhaj-nya Imam Nawawi.
Dengan asumsi dasar-dasar fiqih Syafi'i sudah kokoh, para santri senior kemudian dikenalkan dengan keragaman pendapat di luar mazhab Syafi'i. ****